Kehidupan kita menjadi lumpuh dan kocar-kacir di tengah-tengah merembasnya Pandemi Covid-19. Apa yang banyak pakar dan cendekiawan menyebut zaman ini sebagai Disruption Era ini telah banyak menjermusukan kohesi sosial dan menjadikan pembatasan jarak fisik dan sosial suatu keniscayaan akut. Pandemi ini menimbulkan banyak gangguan pada pelbagai aspek kehidupan, dari politik hingga ekonomi, dari pendidikan sampai dengan merevisi ulang kegiatan spiritualisme kita.
Coronavirus telah secara signifikan mengubah kontur kehidupan profesional: Dewasa ini, rumah adalah kantor baru; Internet adalah ruang pertemuan baru. Dan untuk saat ini, istirahat kantor bersama rekan adalah sejarah. Kita tidak lagi berkerumun di cafeteria, ngopi dengan sahabat sekantor, tidak lagi jajan ke kantin bagi para pelajar dan mahasiswa. Jalanan menjadi senyap tanpa ada arus-besar lalu-lalang kendaraan dan segala sesuatunya pemandangan di pelupuk mata adalah kelabu belaka.
Kemudian semacam apakah ini? Kehidupan isolasi, karantina-diri satu sisi menjadikan banyak waktu kita bercengkrama dengan keluarga (the quality of family time); sedangkan pada sisi lainnya, menimbulkan tekanan dalam menjalani aktivitas sehari-hari yang berujung pada tingkat stress yang meningkat.
Warga negara kini diminta untuk tetap tinggal di rumah karena tidak memungkinkan lagi beraktivitas di luar rumah; belajar dengan melalui daring, tidak ada ekspos diri di tempat-tempat publik kemungkinan akan terputus dari rutinitas rutin mereka setidaknya selama dua minggu, perkiraan masa inkubasi untuk virus tersebut. Sekarang ini, kita hampir dua bulan lebih menjelang tiga bulan apa-apa dikerjakan di rumah, terutama bekerja, belajar dan beribadah.
Kita mengetahui bersama bahwa sampai dengan tulisan ini ditulis, pasien terinfeksi Covid-19 di Indonesia sudah menembus 10.000-an jumlahnya. Beberapa daerah sudah akan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka menyekat penyebaran virus ini.
Sumber stress umum selama periode ini termasuk penurunan aktivitas yang bermakna, rangsangan indera, dan keterlibatan sosial; tekanan finansial karena tidak bisa bekerja; dan kurangnya akses ke strategi jitu dalam melaksanakan kegiatan olahraga seperti pergi ke gym atau menghadiri layanan keagamaan. Penelitian psikolog telah menemukan bahwa selama periode ini, Anda mungkin mengalami:
1. Ketakutan dan kecamasan; bisa terbaca dari ketakutan diri dan Anggota keluarga kita terpapar dan terjangkiti virus lalu mengalami masa-masa buruk, yang bisa jadi tidak tertolong karena tertular pembawa virus sebelumnya;
2. Depresi dan kebosanan; pada umumnya terlihat pada keberlangsungan cuti panjang dari pekerjaan dan kegiatan sekolah membuat suasana hati kita memburuk, sedih, hilangnya ruang-ruang silaturrahmi beralih ke dalam jaringan. Perpanjangan waktu yang dihabiskan di rumah juga dapat menyebabkan perasaan bosan dan kesepian.
3. Kemarahan, frustrasi atau lekas marah; Hilangnya hak pilihan dan kebebasan pribadi yang terkait dengan isolasi dan karantina sering kali dapat membuat frustrasi. Anda juga dapat mengalami kemarahan atau kebencian terhadap mereka yang telah mengeluarkan perintah karantina atau isolasi atau jika Anda merasa terkena virus karena kelalaian orang lain;
4. Stigmatisasi; apabila Anda mengalami sendiri dengan menjadi pasien yang terinfeksi Covid-19 ini Anda mungkin merasakan terstigmatisasi tatkala orang lain menjahi Anda dan membahayakan mereka lantaran Anda bisa saja menularkan virus berbahaya tersebut, mengakibatkan orang lain mengalami kematian.
Untuk mengatasi stress berlebihan itu, ada bainya mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Beristirahatlah, gunakan waktu senggangmu, untuk menjauhi aktivitas menonton, membaca atau mendengakan apapun berita tentang Covid-19. Mendengar segala macam info tentang Pandemi tersebut membuat Anda akan selalu kesal;
2. Jaga Kesehatan dan Kebugaran Tubuh Kita. Berolahraga secara teratur, banyak tidur. Hindari alkohol dan obat-obatan yang membuat kita mengalami ketergantungan;
3. Luangkan Waktu Untuk Bersantai. Coba lakukan aktivitas hobi yang Anda sukai untuk mengisi waktumu;
4. Terhubung dengan Orang Lain. Berbicaralah dengan orang yang Anda percayai tentang kekhawatiran Anda dan bagaimana perasaan Anda. Membiasakan diri dengan teknologi digital dengan menngontak saudara dan sahabat, memalui diskusi, video call dan kegiatan bermanfaat lainnya tanpa batasan ruang-waktu dalam daring.
Kebutuhan kita saat ini adalah untuk memikirkan model bisnis dan gaya hidup yang mudah beradaptasi. Menjadi begitu berarti bahwa bahkan dalam masa krisis, kantor, bisnis, dan perdagangan kita dapat bergerak lebih cepat, memastikan bahwa kehilangan nyawa tidak terjadi. Ruang kantor dan ruang-ruang kelas beralih dalam model online, tentu saja kita harus adaptif dalam mengikuti perkembangan ini.
Kehidupan dalam daring berfokus pada pengelolaan diri, manajemen mood yang harus cerdas kita kendalikan, jika tidak sebagian dari kita akan secara perlahan-lahan mengalami ketidakwarasan sebab ruang-gerak aktivitas sosial kita yang begitu sempit.
Allah SWT telah berfirman dalam QS Ali Imran 3: 139 yang berbunyi :“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (*)
Kolom Tetap Ramadhan
Diampu Oleh:
Yustiyadi
(Direktur Eksekutif Kampanye Menggemakan Pemimpin Muda)
Be the first to comment on "Mengukur Kewarasan Dalam Kehidupan Daring"