Sekaranglah Saatnya, Mewariskan Janji Ditunaikan

Foto : Ilustrasi/Ist Yang Berdasi Menunaikan Janji

Pertanyaan mendasar patut diajukan kepada kita: Seandainya diri ini dapat bernaung pada kemampuan diri saja, tanpa melibatkan orang lain, apakah masih tersisa sifat ujub dalam diri? Kenyataanya, bahkan untuk menopang badan wadag ini saja kita mesti dihadapkan pada suplai makanan, yang dihasilkan oleh lahan pertanian orang lain. Kita tidak bisa menjadi introvert, menganggap kemampuan kita bertahan amat mumpuni dan cerdas. Sungguh, kemudian Alloh Swt mengujikan kepada kita apa yang kemudian dikenal sebagai Pandemi Covid-19 yang meruyak kedalam kehidupan kita sehari-hari.

Sekarang ini, gegap-gempita musim Kampanye dan Obrol Janji sebagaimana menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2019 sudah berlalu, pun Pilkada 2020 akhirnya ditunda sampai akhir tahun, itu pun masih menunggu berakhirnya masa wabah yang menyulitkan banyak rakyat kecil dalam bertahan hidup. Kita sama mengetahu Presiden, Wapres, DPR-RI dan reprsentasi wakil rakyat di daerah telah dilantik dan duduk di kursi empuk dengan masih juga masih meributkan pemotongan anggaran dan kerakusan menginginkan THR. Silang-sengkarut persoalan yang makin membebani masyarakat dengan perilaku tak terpuji semacam ini.

Ada baiknya kita nukil kisah pada masa Rasullulloh Saw, dimana seorang sahabat menolak ketika hendak diangkat menjadi pemimpin.

Miqdad adalah pemikir ulung. Dia mempunyai pikiran cemerlang dan hati tulus. Semua itu tercermin pada ucapan berbobot dan prinsip-prinsip hidup yang lurus.

Suatu waktu, Rasulullah SAW mengangkat Miqdad sebagai amir di suatu daerah. “Bagaimanakah pendapatmu tentang menjadi amir,” tanya Rasulullah, saat Miqdad baru saja kembali dari tugasnya.
Dengan jawaban yang jujur, Miqdad mengatakan bahwa dia tidak ingin meneruskan menjadi amir. Sebab, menurut dia dengan menjadi pemimpin kedudukannya berada di atas dari orang lain. Dia pun tak menghendaki hal itu.

“Anda telah menjadikanku menganggap diri berada di atas semua manusia. Demi yang telah mengutus Anda membawa kebenaran, sejak saat ini aku tidak berkeinginan lagi menjadi pemimpin sekalipun untuk dua orang untuk selama-lamanya,” ucap Miqdad, dikutip dari buku Kisah Seru 60 Sahabat Rasul karangan Ummu Akbar.

Memang, sejak jadi amir, Miqdad diliputi kemegahan dan puji-pujian. Miqdad menyadari sepenuhnya kelemahan ini, karena itu dia berniat untuk menghindari jabatan dan menolak diangkat sebagai amir lagi.
Kendati begitu, kecintaan Miqdad terhadap Islam sangat besar. Dia memiliki tanggung jawab penuh terhadap bahaya yang selalu mengancam, baik dari tipu daya musuh maupun kekeliruan kawan sendiri

Masa telah berlalu, zaman telah semakin pedih bahkan demi memperebutkan satu jabatan. Manusia-manusia yang katanya modern berbondong-bondong saling berkompetisi, bahkan terkadang dengan cara curang dan money politics mempeturutkan diri menjadi kepala daerah. Keteladanan Pemimpin menjadi semakin langka, Memang, ketika mereka masih belum Menjabat berkoar-koar menggemakan janji-janji boyak meninabobokan rakyat. Berpihak pada rakyat, merayakyat, anti-korupsi, sekian anggaran untuk fakir miskin, jaminan sosial ditingkatkan, ekonomi perkasa demi kesejahteraan warga dan lain-lain. Seakan-akan sederet janji itu diturunkan dari angkasa menghapus dahaga rakyat jelata dari kekeringan panjang kemanusiaan. Kenyataannya, jauh panggang dari api. Mari kita telisik dengan ketegasan kita sebagai orang yang memilih mereka. Kita tagih janji-janji mereka. Sebagai contoh, wakil rakyat itu apakah ada kepedulian turun ke bawah, di luar masa reses dan pembinaan konstituennya? Semakin langka lagi yang berbuat baik untuk bersama-sama turut serta menanggung risiko hidup warganya dalam menghadapi wabah ini.

Satu kata kunci kepemimpinan adalah amanah. Selama ini, mereka hanya sekadar janji semudah lidah menekuk tanpa tulang. Sekaranglah saatnya, kiprah mereka semestinya lebih berperan proaktif mendengarkan jerit hati rakyat kecil. Berbagi saat kondisi lapang mungkin mudah bagi kita yang mendapatkan fasilitas segalanya yang memudahkan. Tetapi, kini di masa sulit berbagi butuh kerelaan jiwa yang besar. Tampillah sebagai Pemimpin yang menunaikan janji bakti, tak perlu bermaksud dipuji, tak perlu ingin dibaca berita-beritanya. Rakyat hanya menanti jiwa pemberi yang amanah, yang tanpa hiruk-pikuk rumor hanya akan mengurangi kebajikan kita selaku insan kamil.

Pandemi Covid-19 ini jika kita perhatikan, justru di lapisan akar rumput, menolong di kala sempit itu terasa, barangkali sekadar air minum, roti, mie instan bagi pekerja serabutan dan rakyat tanpa fasilitas gaji dan uang kehormatan. Sekadar kue, setumpuk biskuit, sekilo beras dan minyak goring lebih berarti daripada janji wakil rakyat yang malas di ruangan sidang berpendingin udara. Secara nyata, kohesi sosial masyarakat bawah telah terjalin kembali: pelangi di kala hujan membenamkan nyawa-nyawa yang terinfeksi virus novel Corona itu. Betapa dalam kesulitan, ada sebagian warga yang masihw aras cara berpikirnya dan menanggung kesedihan bersama dengan berbagi di kala sempit.

Sekaranglah saatnya, kalian yang mengaku sebagai wakil rakyat tak melulu berbagi sumbangan masker, baju hazmat, desinfektan dan hand sanitizer hanya demi didaku sebagai pahlawan kesiangan, yang ejatinya lebih banyak tidur siang di ruangan kedap suara lenguh kesakitan warganya.
Sekaranglah, saatnya warisan-warisan tanpa sertifikasi itu ditunaikan, janji yang membuat kalian melenggang mulus dalam perebutan kekuasaan, lebih seringnya dengan berdarah-darah dan meracuni cara rakyat kita untuk berpikir jernih dalam partisipasi politik.
Jika momentum ini tidak kalian pergunakan dengan baik, sedangkan gelombang besar yang lainnya tulus berbagi pada saat kesempitan hidup ini mengekang, maka ke depan jangan kalian salahkan, jika kami rakyat akan menghukum kalian untuk tidak lagi memilih. Jika perlu, bersikap apatis dan masa bodoh, sebab kalian tidak mampu menjalankan amanah kepemimpinan dengan benar. (*)

 

Kolom Tetap Ramadhan

Diampu Oleh:

Yustiyadi
(Direktur Eksekutif Kampanye Menggemakan Pemimpin Muda)

Be the first to comment on "Sekaranglah Saatnya, Mewariskan Janji Ditunaikan"

Leave a comment

Your email address will not be published.


*