Bansos Jangan Seenaknya Boss

Foto : Ilustrasi/Ist Bantuan Sosial

Beban rakyat kecil pada masa Pandemi Covid-19 ini dirasakan makin berat, kehilangan pekerjaan dan dukungan sumber finansial, di samping harga-harga kebutuhan pokok yang semakin merangkak, tidak bisa tidak semakin mencekik perikehidupan warga negara. Bukan persolan pemberlakuan PSBB, karena tidak dalam posisi karantina wilayah sekalipun, rakyat menjerit dihimpit kesulitan hidup untuk sekadar bertahan menafkahi keluarganya.

Pemerintah baik Pusat ataupun Daerah telah menyiapkan bantuan sosial sebagai jaring pengaman sosial selama wabah ini menerjang kehidupan warganya. Hanya saja, beberapa kendala mengemuka ketika menyasar warga yang terkena dampak langsung Covid-19, yakni mereka-mereka yang selama ini tidak akan beranjak jauh dari garis kemiskinan secara statistik. Tentu saja, amanah itu harus mampu menyasar warga penerima secara tepat dan adil, bukan hanya kualitas tetapi juga kuantitasnya. Akan tetapi, masih banyak sengkarut masalah di lapangan yang kemudian menjadikan bansus ini semacam pansos-bila kita mempergunakan istilah di Media Sosial demi popularitas orang tertentu, bisa jadi demi citra-diri kepala daerah misalnya.Mari kita bicara basis data terlebih dahulu untuk penerima bantuan sosial ini. Setiap tahun, setiap kali Pemilihan Umum, basis data kependudukan kita senantiasa bermasalah sebab tidak secara sungguh-sungguh termutakhirkan, sehingga apabila dimintai data warga baik aspek ekonomi ataupun sosial-budaya, kita kewalahan dan hanya berhasil memenuhi sewajarnya tanpa adanya rincian ataupun perubahan update-nya dari waktu ke waktu.
Siapa yang patut disalahkan? Kita tidak akan menyalahkan siapapun, hanya saja beberapa hal harusnya kita cermati, antara lain: tidak adanya Big Data dengan satu sumber untuk sensus ekonomi dan sosial kemasyarakatan, pemutakhiran berkelanjutan menimbulkan persoalan berkaitan dengan survei terkontrol dan grafis persebarannya, tidak terjalinnya keharmonisan dan soliditas kerjasama antara pihak-pihak terkait kependudukan, lemahnya perencanaan demografi dan peta-jalan pemutakhiran data kependudukan terkini yang bisa disajikan secara real-time dan jelas perubahannya dari waktu ke waktu, juga kesiapan teknologi dengan akses mudah saat mencermati data kependudukan. Masalah lain perihal Basis Data ini adalah tumpang-tindihnya data kependudukan yang belum tersotir dan belum terkategorisasi, misalnya tingkat kemisikinan, pendapatan, latar-belakang sosial dan lainnya. Kondisi demikian membuat Bantuan Sosial mengalami banyak persoalan serius ketika dikucurkan kepada warga.
Sederet Bansos Pemerintah menjadi alokasi anggaran selama masa Darurat Pandemi Covid-19 ini, yaitu berupa: bantuan berupa sembako, uang tunai dan ada juga yang dikombinasikan dengan pelatihan ketrampilan melaui akses Kartu Pra-Kerja. Nominal Bansos itu berbeda-beda dan disesuaikan dengan wilayah yang terkena dampak. Tujuan dari bantuan ini diharapkan jadi penyanggah daya beli masyarakat.
Bansos ketika mengejahwantah di masyarakat mengalami transformasi yang dimanfaatkan oleh oknum tertentu demi kepentingannya, sehingga terkadang bansos seenaknya boss (yang memegang wewenang dan kekuasaan untuk memberikan bantuan tersebut). Ada beberapa contoh di sekitar penulis, dimana banyak warga protes, sebagai contoh: penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH), yang rutin menerima bantuan yang disalurkan oleh Dinas Sosial menerima lagi Program Kartu Sembako, Bantuan Uang Tunai dan lainnya. Inilah yang saya maksud sebagai kolusi, bertumpuknya bansos pada orang-orang tertentu.

Belum lagi kita bicara Boss-nya siapa, sehingga banyak RT dan RW tidak melakukan pendataan maksimal dan hanya kerabat dekatnya yang menerima. Ini juga terkait masalah transparansi dan keadilan, mohon kirannya dievaluasi pemberian bansos ini tidak seenaknya boss dan masyarakat menerima keadilan. Pandemi Covid-19 ini jika harus jujur sangat berdampak kepada kita semuanya, hanya saja yang lebih tragis adalah keberlangsungan hidup warga sangat miskin dan terkena PHK mengingat eknomi kita yang sudah morat-marit.
Semestinya, bansos ini bisa melalaui mekanisme clustering agar tidak terjadi tumpang-tindih penerima dan pendataan dikelola secara bersih dan akuntabel, sehingga warga bisa mengakses pelaporannya dan apakah penerima manfaat sudah sesuai target yang direncanakan oleh pemerintah.
Sebagai pembanding, mari kita membuka kembali lintasan sejarah. Rasulullah Saw sejak abad ke-2 Hijriah telah membangun Baitul Maal untuk keperluan kesejahteraan ummat Islam. Pada masa Khalifah Umar Ibnu Khattab mengalami kemajuan pesat dengan metdoe pencatatan kas dan akuntabilitas sebagai bagian pertanggung-jawaban penggunaan dana dari Baitul Maal ini. Khalifah Umar memprioritaskan dana bansos untuk kaum fakir miskin, tidak hanya itu juga bagi kaum Muslim dan Non-Muslim yang hidup di wilayahnya. Secara teliti, hatri-hati dan amanah dana Baitul Maal didistribusikan dengan metode bansos dan santunan kepada sasaran yang berhak, bukan seenaknya boss.

Meski ada lembaga semacam itu yang bertugas menjamin kesejahteraan rakyat, terlebih di masa bencana dan paceklik, Khalifah Umar tidak hanya tinggal diam mengatur dari tampuk kekuasaannya. Setiap malam, Khalifah yang tegas itu akan berkeliling ke segenap pelosok dengan memanggul karung untuk memastikan rakyatnya hidup dalam kecukupan dan tidak ada kelaparan. Umar juga sangat fokus pada pembangunan fisik dan infrastruktur seperti saluran irigasi dan kantor-kantor wilayah untuk melayani warga, terutama memastikan ekonomi warga mengalami peningkatan taraf hidup.
Kiprah seorang Umar tentu jika kita dudukkan saat ini seakan-akan hanya sekadar impian belaka. Sangat jarang penguasa yang alim akan berbuat seperti itu, kebanyakan darinya hanya menunggangi bansos itu sebagai cara menarik simpati warganya untuk dipilih kembali pada periode pemilihan yang akan datang. Sekarang ini, yang paling kita butuhkan adalah dukungan moriil, mental yang tangguh dengan sikap tawakal dan sabar dalam menghadapi Pandemi Covid-19. Bansos janganlah dipergunakan seenaknya Boss, aji mumpung selagi berkuasa dengan mengorbankan keadilan dan penderitaan warga kebanyakan. Alangkah ironis jika kejadiannya semacam ini.

Al Qur’an dalam Surat An-Nahl Ayat 97 berbunyi: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami berikan kepada mereka pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan,” (*)

 

Kolom Tetap Ramadhan

Diampu Oleh:

Yustiyadi
(Direktur Eksekutif Kampanye Menggemakan Pemimpin Muda)

Be the first to comment on "Bansos Jangan Seenaknya Boss"

Leave a comment

Your email address will not be published.


*