Tidak ada orang yang menjadi miskin karena memberi.
-Anna Frank, penyintas Nazi dan penulis catatan harian
Sifat kikir binti bakhil merupakan naluriah purbawi yang senantiasa bercokol dalam diri setiap individu. Secara psikologis, perilaku ini dihubungkan dengan mentalitas menggangap segala sesuatunya bersifat langka, sehingga boro-boro memberi, kebutuhan sendiri akan senantiasa terasa tidak terpuaskan.
Wujud bendawi/materil yang melekat dalam diri kita dipersepsikan hanyalah bersifat terbatas atau mengalami kelangkaan dalam akumulasi kekayaan kita. Seakan diri kita tidak berpunya. Padahal belum tentu begitu kondisinya. Individu pelit begini apa-apa serba perhitungan, bahkan hitungannya senantiasa matang hingga di luar nalar. Kikir dalam arti acuh saja terhadap kesulitan orang lain, terlebih sebagai sesama muslim. Mengeluarkan uang, tenaga dan alokasi waktu dirasakan seperti menghambur-hamburkan kekayaan yang sangat berharga.
Sejumlah alasan bisa menjadikan seseorang terbelenggu dalam sifat kikir, yakni:
1. Pengalaman dan internalisasi lingkungan ketika kita bertumbuh kembang dan mencapai tahap kedewasaan. Karaketristiknya berasal dari kesulitan keuangan yang menimpa keluarganya. Lama menderita sehingga menyebabkan dendam kemisikinan berurat-akar sepanjang hayatnya.
Fokusnya adalah menumpuk uang dan kekayaan sebesar gunung, bahkan terkadang dirinya sendiri tidak sempat menikmatinya. Hidupnya waspada bila membelanjakan sedikit uang saja akan berdampak jauh terhadap kondisi perekonomian keluarganya.
Uang itu diperjuangkan dengan kelaparan. Kebutuhan hidup yang seadanya bahkan serba kekurangan menimbulkan trauma terhadap uang, sehingga memperlakukan uang sangat berharga dalam hidup kita. Jangan sampai kehabisan uang yang menjadikan kiat tergerus arus dan menjadi melarat kembali. Dulu, sekadar makan saja sudah sangat beruntung. Sekarang, ketika uang bertambah banyak, maka uang harus dijaga dengan ketat, tidak boleh dibagi-bagikan secara serampangan. Memboroskan uang itu semborono, sehingga meyakini bahwa lebih baik diinvestasikan ataupun ditabung;
2. Ketidakstabilan Emosi. Sisi emosional kita memegang peran penting kenapa kita bisa kikir dan tidak berempati dengan kesusahan orang lain. Cara berpikir bahwa memiliki uang yang banyak menjadikan kita aman mengarungi masa depan sedikit banyak mengontrol cara kita memperlakukan uang. Kita merasa aman jika ada jaminan tabungan uang yang berlimpah, bahkan tidak terbatas karena siapa yang mengira kejadian buruk atau kemelataran yang akan menimpa suatu hari nanti. Tapi, pikiran itu sejatinya berasal dari ketidakstabilan emosi lantaran kerakusan yang bergumul dalam jiwa kita. Jalan pendek yang dietmpuh dan bangga bergelimang harta kekayaan yang membuat hati kita semakin terasing dengan membangun dinding yang hanya diperuntukkan untuk menjangkau kebahagiaan menurut versi kit; dan
3. Persepsi Sosial. Orang pelit pada hakikatnya enggan mengeluarkan uang karena dia bukan merupakan dermawan atau memiliki status sosial yang tinggi yang mendapatkan tempat layak dihdapan publik. Saat ini, kita biasa mengenalnya sebagai influencer dalam makna pamer (flexing) harta kekayaan. Sehingga, bagi orang pelit tidak perlu merasakan penderitaan orang lain dan mengeluarkan sedekah untuk berbagi.
Berikut adalah beberapa ayat Al-Qur’an yang membahas tentang sifat kikir:
“Dan (juga) orang-orang yang kikir, menyuruh orang (lain) berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir itu azab yang menghinakan.” (QS An-Nisa ayat 37)
“Dan orang-orang yang telah menempati kota (Madinah) dan beriman (Anshar) sebelum mereka, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka dan tidak ada dalam hati mereka sesuatu kebutuhan pun terhadap apa yang diberikan kepada mereka, dan mereka lebih mengutamakan (kebutuhan orang lain) daripada kebutuhan diri mereka sendiri, walaupun mereka dalam kesempitan. Siapa yang dijauhkan dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr ayat 9)
Dan mereka (orang munafik) tidak mau bersedekah dan tidak mau membantu orang lain.” (QS Al-Maun ayat 3:)
Bagi orang beriman, seyogianya menafkahkan harta yang baik dan dilarang keras dalam perintah Alloh harta yang berasal dari pekerjaan haram untuk diinfaqkan. Ini menekankan pentingnya kualitas dalam berbagi dan menunjukkan bahwa Allah tidak memerlukan harta manusia, tetapi kitalah yang membutuhkan rahmat dan keberkahan dari Allah dengan membelanjakan harta kita pada jalan yang telah diitetapkan hukumnya.
Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
Kecintaan yang berlebihan terhadap dunia dan harta benda membuat seseorang muslim sulit melepaskan sebagian dari kekayaannya. Mereka sangat terikat dengan materi sehingga enggan berbagi dengan orang lain. Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Qiyamah: 20-21), yakni:“Sekali-kali janganlah demikian. Tetapi kamu (orang-orang kafir) mencintai dunia dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.”
Cinta kepada dunia merupakan cinta bertepuk sebelah tangan yang kelak tidak akan menuai apa-apa saat yaumal hisab (Hari Pembalasan). Jelas, sesungguhnya kebanyakan nanti ummat Rasulullah Muhammad SAW. Hanya memperoleh kerugian yang nyata , yang penyesalannya tak berguna lagi di alam akhirat.
Dalam keseharian kita, kita menyaksikan fenomena yang sudah lumrah. Keengganan untuk antri dengan tertib dan mendahulukan orang lain, atau ketidakbersediaan untuk mempersilakan orang berusia lanjut menempati kursi di angkutan umum, atau kecenderungan untuk menyerobot jalur pada saat jalanan macet, atau menagih uang kembalian meski hanya recehan yang tidak seberapa jumlahnya, atau beratnya merelakan dan membebaskan orang yang berhutang, semua ini hanyalah contoh-contoh yang berjejalan dimana-mana, membuat kita kehilangan kesabaran dan mengajarkan generasi kita menjadi orang-orang cuek tanpa kepedulian.
Menurut Muhammad Ash Shallabi. Ada sejumlah dampak buruk dari orang yang tergelincir menjadi kikir, yakni:
1. Rejekinya tertahan;
Memiliki sifat kikir dapat mengakibatkan rezekinya sempit. Hal ini dijelaskan dari hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi, Janganlah kamu bakhil yang menyebabkan kamu disempitkan rezekimu.” (HR Bukhari).
2. Pemutus tali silaturrahmi;
Kikir menimbulkan ketidaknyamanan terhadap orang lain. Jika sikap tersebut terus dibiarkan, maka dapat menghilangkan rasa cinta kepada saudara bahkan memutus tali silaturahmi.
3. Penghalang masuk surga
Manusia yang kikir akan rugi di dunia dan di akhirat. Bahkan, akhlak tercela ini dapat menjadi penghalang seseorang masuk surga. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:”Tidak akan masuk surga orang yang menipu, bakhil, dan orang yang buruk.” (HR At-Tirmidzi)
Sebagai penutup agar kita tidak tergelincir lantaran kikir, maka membaisakan diri untuk berinfaq, bersedekah dan membantu sesama muslim. Jangan lupa berdoa sebagai berikut:
Allahumma innii a’uudzubika minal hammi wal hazani wal ajzi wal kasali, wal bukhli wal jubni wa dhala’id daini wa ghalabatir rijaali.
Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kemurungan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan, kemalasan, kekikiran, dan aku berlindung kepada-Mu dari tekanan hutang dan paksaan orang lain,” (HR Bukhari, Baihaqi & Ahmad).
Sifat kikir merupakan salah satu penyakit hati yang tercela dalam Islam. Sifat ini dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam berbagai perbuatan dosa dan kehinaan. (*)
Be the first to comment on "Tergelincir Lantaran Kikir"