Jangan Mengulangi Kebodohan yang Sama

Oleh : Yustiadi

Siapapun yang menunjukkan kesalahan Anda adalah teman Anda. Mereka yang memberimu pujian adalah algojomu.

-Umar Ibn Khattab Ra.

Sifat bodoh dan kebodohan sejatinya sama sekali tidak berhubungan dengan latar-belakang pendidikan atau sejauhmana kita mempergunakan otak kita untuk daya pikir. Kebodohan atau jahil lebih pada ahlak kita ketika menjalani kehidupan sehari-hari.
Allah berfirman, diantarannya pada ayat-ayat berikut ini:

Dan mereka (orang-orang musyrik Mekah) berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu mukjizat dari Tuhannya?” Katakanlah: “Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan suatu mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (Q.S. Al-An’am: 37).

“Dan sekalipun Kami benar-benar menurunkan malaikat kepada mereka, dan orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) di hadapan mereka segala sesuatu (yang mereka inginkan), mereka tidak juga akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki. Tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (arti kebenaran)”. (QS. Al-An’am:111).

“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun”. (QS. Al-Anfal: 22).

Kebodohan atau sifat jahiliyah ini sangat dibenci oleh Rasulullah Saw, terutama berkaitan dengan aspek tauhid yang termanifestasikan dalam marifatullah (pemahaman muslim uintuk mengenal Rabbnya). Maka, tuntutlah ilmu, terutama lebih mengenal hukumn-hukum syariah sehingga menjadikan Islam bukan hanya diterapkan sebagai way of life, tetapi juga mampu belajar lebih jauh, lebih tangguh, dan lebih qonaah. Pada praktiknya, kita tidak menjadi orang yang berpuas diri, lantaran sesungguhnya ilmu kita laksana tetesan air ditengah samudera mahaluas.

Ini senyampang sejalan dalam perspektif psikologi kita mengenalnya sebagai ri Dunning Kruger Effect. suatu fenomena psikologi ketika seseorang merasa dirinya punya kemampuan atau pengetahuan yang tinggi padahal tidak sesuai dengan realitanya. Bisa juga diartikan suatu fenomena saat seseorang keliru menilai kemampuannya. Mereka merasa lebih pintar lebih hebat, lebih paham dan superior.

Pada saat yang sama, mereka mungkin menganggap pendapat orang lain bodoh, tak beralasan dan seutuhnya salah. Jadi, orang dengan kondisi ini biasanya menganggap orang lain salah dan tidak lebih pintar darinya. Serupa dengan sifat jahiliyah dulu pada masa Arab Baduy sebelum pembebasan teologis yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad Saw. Efek ini dipicu oleh egosentris, bahwa kemampuan dirinya adalah kesempurnaan, yang sesungguhnya relatif nisbi dan jika diibaratkand alam pemahaman ilmu agama, itu seperti gelas kosong yang tembus pandang. Sama sekali tidak bernilai apa-apa.
Dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Zaman saling berdekatan, ilmu dihilangkan, berbagai fitnah bermunculan, kebakhilan dilemparkan (ke dalam hati), dan pembunuhan semakin banyak.

Orang cerdas adalah orang yang introspeksi diri dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, dan orang lemah adalah orang yang mengikutkan dirinya pada hawa nafsunya dan berangan-angan atas Allah,” (HR. al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan lainnya).

Dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidhah turut bicara. Lalu beliau ditanya, Apakah Ruwaibidhah itu? beliau menjawab: Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum.” (HR: Ibnu Majah).

Ibnu Katsir mengatkan bahwa, ”Sebagian ulama mengatakan bahwa manusia itu ada dua macam: Pertama, orang yang baik; terimalah kebajikan yang diberikannya kepadamu, janganlah kamu membebaninya dengan sesuatu yang di luar kemampuannya, jangan pula sesuatu yang menyempitkan dirinya”. Sementara itu, terhadap orang yang kedua, yaitu orang yang buruk, maka perintahkanlah dia untuk berbuat yang makruf. Jika ia tetap tenggelam di dalam kesesatannya serta membangkang —tidak mau menuruti nasihatmu— serta terus-menerus di dalam kebodohannya, maka berpalinglah kamu darinya. Mudah-mudahan berpalingmu darinya dapat menolak tipu muslihatnya terhadap dirimu.”

Kebodohan adalah Penyakit

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, mewanti-wanti bahwa kebodohan adalah suatu keadaan yang merugikan, seperti halnya penyakit yang harus diobati. Mestinya ada akalbudi yang jernih dan perasaan yang bening untuk menangkal kebdohan.

Penangkalnya adalah berilmu. Berjuang menuntut ilmu sebaiknya senantaisa kita tempuh, tentu dengan tetap bersikap tawadhu. Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah memberi nasihat bahwa hendaknya niat dalam menuntut ilmu adalah untuk menghilangkan kebodohan yang ada pada diri sendiri maupun orang lain Hal ini karena pada asalnya manusia dilahirkan dalam keadaan bodoh.
Allah Ta’ala berfirman, Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”  (An Nahl: 78).

Para penunutut ilmu semestinya meraih ilmu yang berguna, terutama mengenal hukum-hukum syariat dengan tujuan sebagai berikut:

1. Sebagai pengorbanan untuk lebih mengenal Rabb kita, menelaah hukum-hukum Islam yang kelak menjadi bagian tak terpisahkan dari jiwa raganya dalam meneladani hidup sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw, para sahabat dan para shalafush shalih;

2. Menjauhkan kita dari kebodohan dan jahiliyah, baik secara pribadi ataupun dengan mengajal sesama agar senantiasa mendekatan diri kepada Allah Swt (dalam rhiyadah yang penuh keikhlasan); dan

3. Tidak membebek dan menjadikan kebodohan pelajaran untuk instrospeksi diri, sehingga kiata kan semakin mawas diri. Jangan menyulut bara dan semakin menjebak kita dalam kegelapan sehingga membabi-buta karena sifat angkuh kita yang pada dasarnya memiliki pengetahuan teramat terbatas.

Jangan Bodoh Seperti Kerbau

Sejak dari balita, dulu ibu dan ayahku senantiasa menasihati agar jangan bertindak bodoh seperti kerbau. Sejak seusia anak SMP, saya mencari tahu kenapa bodoh diibaratkan seperti kerbau yang berkubang terus pada lumpur becek. Padahal, sebagai hewan kerbau sangat penurut, paling sabar dan mau apa saja tergantung pada majikan yang menggembalakannya. Kerbau membajak sawah, mengangkut bambu dan padi yang diatrik roda pedati ataupun tak pernah memprotes jika sudah saatnya masuk kandang. Adalah aneh wejangan ini bagi saya yang belum mencapai usia dewasa.

Kerbau yang bodh tapi penurut memang mudah dikelabui, rumput kering dipersangkakannya sebagai rumput hijau menggoda. Setiapkali musim kemarau, mereka memamah jerami dan ilalang kering, tanpa pernah berusaha mencari cara untuk mengenal alam,. Mengenal letak tanaman hijau yang menjadi sumber pakannya. Hal ini menjadi hikmah bagi saya. Jangan pernah lagi menjadi kerbau yang hanya dicocok dikibuli. Jangan mengulangi kebodohan yang sama. Fatal dan berbahaya akibatnya.

Sebagai mukmin, kebodohan itu bermuara pada hal-hal di bawah ini, yakni:

1. Menzalimi orang yang bergaul dengannya
2. Menganiaya orang yang di bawahnya, dan bersikap sombong kepada orang yang berada di atasnya.
3. Berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
4. Menganggap dirinya orang alim padahal sangat sedikit ilmunya
5. Merasa puas dengan pendapatnya sendiri
6. Menyalahkan siapa saja yang bertentangan dengannya.
7. Apabila sampai kepadanya perkara-perkara yang tidak diketahuinya, maka dia bersegera mengingkari dan mendustakannya.
8. Teguh dengan pendapatnya yang berasal dari prasangka bodohnya
9. Mengingkari kebenaran
10. Menetapkan hukum agama berdasarkan apa yang tidak diketahuinya

Kebodohan jangan dipelihara hingga bernak-pinak.Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, mempunyai resep sederhana, dalam sebuah hadits beliau bersabda:

“Tidakkah mereka bertanya jika tidak mengetahui (hukumnya), sesungguhnya tiada lain obat penyakit bodoh adalah bertanya.” [HR. Abu Dawud). (*)

Be the first to comment on "Jangan Mengulangi Kebodohan yang Sama"

Leave a comment

Your email address will not be published.


*