KUNINGAN – Masih banyaknya keluhan masyarakat Kota Cirebon terkait distribusi air bersih yang tidak lancar mengalir, membuat Komisi II DPRD Kota Cirebon melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke Sumur Pengumpul Horisontal Paniis Perumda Air Minum Tirta Giri Nata Kota Cirebon di Kuningan.
Faktor alam menjadi dominan atas kelangkaan distribusi air yang mengakibatkan air bersih masih belum bisa mengalir secara baik ke warga, meskipun curah hujan terus meningkat.
Kepala Bagian Produksi Perumda Air Minum Tirta Giri Nata Kota Cirebon, Dedi Suwandi mengatakan, hujan yang terus turun, justru titik jenuh air belum tercapai sehingga bisa dilihat di tunel air masih pada titik nol. Jadi, tekanan di sini masih belum besar atau tekanannya masih lambat.
“Hujan sendiri baru efektif turun dari pertengahan januari hingga sekarang baru satu setengah bulan. Sedangkan lama hujan itu belum cukup mengalir ke rongga-rongga dibukit Paniis ini,” kata Dedi kepada awak media usai sidak, Jumat (15/2).
Dedi menjelaskan, sepertinya hujan telah datang, tetapi mata air belum keluar dimana warga disini menyebutnya mempersumber. Jadi, kata dia, airnya masih dipegang oleh akar didalamnya dimana yang dulunya kering ketika diberi air akan ditahan oleh akar dan batu yang kering.
“Kita masih menunggu hujan yang sepertinya lama. Tapi menurut stok air belum keluar terlihat di tunelnya,” jelasnya.
Masih kata Dedi, dirinya memperkirakan dua bulan kedepan air akan bisa memenuhi mata airnya. Pasalnya, lanjut dia, musim kering enam bulan karena berbeda arus air dibawah dengan cuaca diatas. Hal itu, menunggu titik jenuh yang akan keluar dengan sendiri airnya.
“Musim kering mata air sejak pertengahan Bulan September dan enam bulan kemudian bisa keluar air dimata airnya. Insya Allah bulan depan air akan naik,” ujarnya.
Dedi mengungkapkan, area di sini bisa 2 sampai 3 km dibelakang. Jadi, kata dia, bukan titik disini yang mengisi rongganya, tetapi dibelakang area ini yang berpengaruh terhadap airnya.
“Kami masih menunggu airnya naik dengan sendirinya, semoga bisa cepat dan masyarakat bisa terpenuhi kebutuhannya,” tuturnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPRD Kota Cirebon, Watid Shahriar didampingi anggota Komisi II lainnya mengatakan, area air dari sumur utama ini sekitar 2 sampai 3 KM. Jarak tersebut yang akan menangkap air untuk masuk ke mata air. Jadi, dari rongga air masuk ke aquiver yang memerlukan 2 sampai 3 bulan.
“Konsen Komisi II yaitu bagaimana pipa di konektor itu selalu masuk angin tidak musim hujan dan kemarau, sehingga tidak sampai elevasi yang maksimal,” kata Watid.
Masih kata Watid, pada saat didesign oleh CUDP tahun 1989-1991, elevasi air satu meter diatas pipa sehingga ketika hujan maupun kemarau tidak akan ada masalah masuk angin pada pipanya. Sehingga, akan selalu aman karena penurunannya 20 sampai 30 cm.
“Kami usul lubang pipa diturunkan dan membuat pipa baru. Buatlah pipa kecil dibawahnya,” katanya.
Komisi II, kata Watid, menginginkan pipa diturunkan satu meter kebawah dan ditarik sampai 150 meter yang kemudian dihubungkan ke pipa lamanya, sehingga masyarakat disini tidak curiga bahwa ada penambahan debit.
“Pasang baru lipa dibawahnya sehingga akan aman tidak ada air,” ucapnya.
Permasalahannya, lanjut dia, anggarannya darimana bisa dibicarakan di internal Perumda sekitar Rp1 miliar. Yang penting, kata dia, masyarakat dapat pelayanan yang maksimal. Reservoar jadi pun bisa tidak terisi karena memang kalau disumur ini pipanya tidak dirubah bisa saja tidak masuk maksimal.
“Ayo kita turunkan saja pipanya agar bisa benar tetjadi aliran air bersih 24 jam bagi warga Kota Cirebon,” pungkasnya. (CP-06)
Be the first to comment on "Soal Keluhan dan Masalah Distribusi Air Bersih, Komisi II Sidak Langsung ke Sumur Pengumpul Paniis"