Dalam Hukum Pidana delik dikenal dalam beberapa istilah seperti perbuatan pidana, peristiwa pidana atau tindak pidana. Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti delik diberikan batasan yakni“Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.”
Dihubungkan dengan Adagium terkenal dari Von Feuerbach: “nulum delictum nula poena sine praevia lege poenali”, yang secara bebas dapat diartikan tidak ada hukuman tanpa didasari peraturan yang mendahuluinya, adagium tersebut oleh Von Feuerbach dipilah menjadi tiga bagian:
1.Tidak ada hukuman, kalau tidak ada ketentuan UU (Nulla poena sine lege)
2.Tidak ada hukuman kalau tidak ada perbuatan pidana (Nulla poena sine crimine)
3. Tidak ada perbuatan pidana kalau tidak ada hukuman yang berdasarkan UU (Nullum crimen sine poena legali)
Lebih lanjut Adagium tersebut mendasari ketentuan pidana yang tidak berlaku surut (asas non retroaktif).
Cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam rangka pelestarian cagar budaya, Negara bertanggungjawab dalam pengaturan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya, demikian kutipan narasi yang terkandung dalam konsideran Undang-Undang nomor 11 Tahun2010 tentang Cagar Budaya.
Dasar pemikiran yang luhur dari terbitnya UU Cagar Budaya membawa pada kita semua menanggung konsekwensi agar memerhatikan Cagar Budaya sebagai bagian vital dalam kehidupan sehari-hari.
Pada setiap perundang-undangan yang menekankan aspek penegakan hukum sudah barang tentu memerlukan pelaksanaannya yang konsekwen, apabila memerhatikan pasal-pasal pemidanaan yang terkandung dalam UU Cagar Budaya, maka segenap warga Negara dipandang telah mengetahui sebagaimana azas fiksi hukum.
UU Nomor 11 Tahun 2010 mengatur perbuatan yang dilarang dan diancam pidana sebanyak 12 jenis perbuatan pidana, yakni:
1.Tanpa ijin mengalihkan kepemilikan (Pasal 101)
2.Tidak melaporkan temuan (Pasal 102)
3.Pencarian Cagar Budaya Tanpa Ijin (Pasal 103)
4. Mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan upaya pelestarian (Pasal 104)
5.Merusak Cagar Budaya (Pasal 105)
6.Mencuri dan Menadah Cagar Budaya (Pasal 106)
7.Memindahkan Cagar Budaya Tanpa Ijin (Pasal 107)
8.Memisahkan Cagar Budaya Tanpa Ijin (Pasal 108)
9.Membawa Tanpa Ijin keluar Wilayah NKRI maupun Luar Wilayah Propinsi/Kota/Kabupaten (Pasal 109)
10.Mengubah Tanpa Ijin Fungsi Ruang Situs (Pasal 110) 11.Mendokumentasikan Cagar Budaya Tanpa Ijin (Pasal 111) 12.Memanfaatkan Cagar Budaya dengan Cara Perbanyakan tanpa Hak (Pasal 112)
Sebagaimana terkandung pada aturan penjelasan pada UU CB terdapat asas ketertiban dan kepastian hukum, sehingga setiap pengelolaan pelestarian Cagar Budaya harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
Maka dari itu, diharapkan melalui UU CB seluruh masyarakat dapat memahami akan pentingnya Cagar Budaya dan memahami akibat hukum yang ditimbulkan apabila terhadap Cagar Budaya terdapat pelanggaran atas UU Cagar Budaya yang memberi konsenwensi hukum pidana dalam bentuk ancaman pidana yang mirip dengan UU Tipikor yang menganut batas minimal pemidanaan. Karakteristik demikian rupanya pembentuk peraturan tampak menempatkan perlindungan atas cagar budaya memerlukan penegakan hukum yang bersifat extra ordinary. (*)
Oleh :
Dr R Panji Amiarsa SH MH
Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon
Be the first to comment on "Delik Pidana Dalam Undang-Undang Cagar Budaya"