Gerhana Matahari Cincin, Ini Penjelasan BMKG

Foto : Ist/Ilustrasi Gerhana Matahari Cincin.

JATIWANGI – Gerhana Matahari merupakan peristiwa terhalangnya cahaya Matahari oleh Bulan sehingga tidak semuanya sampai ke Bumi. Fenomena yang merupakan salah satu akibat dinamisnya pergerakan
Matahari, Bumi, dan Bulan ini terjadi pada saat fase bulan baru.

Adapun untuk Gerhama Matahari Cincin (GMC) di Pulau Jawa terjadi hanya sebagian saja, salah satunya Jawa Barat. Dan, BMKG mencatat data visibilitas Gerhana di Jabar khususnya di Ciayumajakuning yakni Cirebon kontak pertama sekitar pukul 10.48 WIB dengan durasi sekitar 3 jam 38 menit, dan Indramayu mulai pukul 10.47 WIB dengan durasi 3 jam 39 menit, Majalengka mulai pukul 10.48 WIB dengan durasi 3 jam 38 menit dan Kuningan mulai pukul 10.49 WIB dengan durasi 3 jam 37 menit.

Dimana pada tahun 2019 ini diprediksi terjadi lima kali gerhana, yaitu Gerhana Matahari Sebagian (GMS) 5-6 Januari 2019 yang tidak dapat diamati dari Indonesia, Gerhana Bulan Total (GBT) 21 Januari 2019 yang tidak dapat diamati dari Indonesia, Gerhana Matahari Total (GMT) 2 Juli 2019 yang tidak dapat diamati dari Indonesia, Gerhana Bulan Sebagian (GBS) 17 Juli 2019 yang dapat diamati dari Indonesia, dan Gerhana Matahari Cincin (GMC) 26 Desember 2019 yang dapat diamati dari Indonesia.

“Salah satu tupoksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai institusi pemerintah adalah memberikan informasi dan pelayanan tanda waktu; termasuk di dalamnya
adalah informasi Gerhana Matahari dan Bulan,” ujar Forcaster BMKG Jatiwangi Majalengka, Ahmad Faa Izyin MP.

Gerhana Matahari Cincin (GMC) sendiri terjadi ketika Matahari, Bulan, dan Bumi tepat segaris dan pada saat itu piringan Bulan yang teramati dari Bumi lebih kecil daripada piringan Matahari. Akibatnya, saat puncak gerhana, Matahari akan tampak seperti cincin, yaitu gelap di bagian tengahnya dan terang di bagian pinggirnya.

Wilayah-wilayah yang terlewati GMC 26 Desember 2019 adalah Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Oman, India, Srilangka, Samudra India, Singapura, Indonesia, Malaysia, dan Samudera Pasifik. GMC 26 Desember 2019 ini dapat diamati di sedikit Afrika bagian Timur, seluruh wilayah Asia, Samudra India, Australia bagian Utara, dan Samudera Pasifik berupa Gerhana Matahari Sebagian.

Adapun untuk jalur cincin GMC 26 Desember 2019 yang melewati Indonesia lebih jelas akan melewati 25 pusat kota dan kabupaten di 7 provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur. Adapun
pengamat di daerah lainnya akan mengamati GMC 26 Desember 2019 berupa Gerhana Matahari
Sebagian dengan magnitudo gerhana tertentu.

Gerhana dimulai saat Kontak Pertama terjadi, yaitu ketika piringan Bulan, yang
ditampilkan berupa lingkaran abu-abu, mulai menutupi piringan Matahari, yang ditampilkan berupa lingkaran berwarna kuning. Seiring berjalannya waktu, piringan Matahari yang tergerhanai akansemakin besar hingga akhirnya seluruh Bulan mulai menutupi piringan Matahari. Waktu saat peristiwa ini terjadi disebut Kontak Kedua dan akan berakhir saat seluruh piringan Bulan terakhirkali menutupi piringan Matahari, yaitu saat Kontak Ketiga.

Gerhana Matahari Cincin 26 Desember 2019 di daerah yang terkena fase cincin
Waktu dari Kontak Kedua hingga Kontak Ketiga tersebut disebut sebagai Durasi Cincin atau Fase Cincin, yang lama waktunya bervariasi dari satu kota ke kota lainnya.

Sebagai contoh lama durasi
cincin terlama di suatu pusat kota di Indonesia pada GMC 26 Desember 2019 ini adalah di Selat Panjang, Riau, yaitu 3 menit 38,9 detik dengan magnitudo gerhana sebesar 0,984. Sementara itu
lokasi di permukaan Bumi yang durasi cincinnya paling lama, atau disebut dengan Greatest Duration (GD), terjadi di (00o 46’ 44” LU 105o 04’ 58” BT), yang berada di Selat Karimata. Di lokasi
ini durasi cincinya mencapai 3 menit 40,0 detik dan magnitudo gerhananya mencapai 0,985.
Adapun lama fase cincin dan magnitudo gerhana di kota-kota lainnya kurang dari waktu tersebut.
Pada saat fase cincin di lokasi-lokasi tersebut, kecemeerlangan langitnya akan meredup hingga seperti
saat fajar atau senja. Puncak keredupannya adalah saat terjadinya Puncak Gerhana, yaitu waktu Setelah Kontak Ketiga dilalui, piringan Matahari yang tampak tergerhanai akan semakin kecil hingga akhirnya Bulan terakhir kali menutupi piringan Matahari, yaitu saat Kontak Keempat. Lama waktu dari Kontak Pertama hingga Kontak Keempat disebut sebagai Durasi Gerhana dan lama waktunya bervariasi dari satu kota ke kota lainnya.

“Durasi gerhana terlama di Indonesia adalah di Bengkalis, Riau, yaitu selama 3 jam 51 menit 24,7 detik,” paparnya.

Di Indonesia, waktu mulai gerhananya paling awal adalah di Sabang, Aceh, yang terjadi pada pukul 10.03.11,9 WIB. Adapun kota yang waktu mulai gerhananya paling akhir adalah di Merauke, Papua, yaitu pukul 14.37.10,4 WIT. Dan daerah yang akan mengalami waktu saat puncak gerhana paling awal adalah kota Sabang, yang terjadi pada pukul 11.49.32,9 WIB. Adapun kota yang akan mengalami waktu puncak paling akhir adalah Jayapura, yaitu pukul 15.51.19,7 WIT. Sementara itu, waktu Kontak Akhir atau Kontak Keempat paling awal akan terjadi di Sabang, Aceh yang terjadi pada pukul 13.48.55,3 WIB. Adapun waktu kontak terakhir paling akhir akan terjadi di Sorendiweri, Papua pada pukul 17.00.9,0 WIT.

Secara umum, gerhana dapat diprediksi waktu dan tempat kejadiannya. Untuk memprediksi keberulangannya secara global, gerhana dikelompokkan ke dalam suatu kelompok yang disebut siklus Saros tertentu. Gerhana-gerhana pada siklus Saros tertentu akan berulang hampir setiap 18 tahun 11 hari 8 jam. Dua gerhana berdekatan dalam satu siklus Saros yang sama, konfigurasi posisi Matahari, Bulan, dan Buminya akan hampir sama. Karena itu pola peta gerhana global, kedua gerhana tersebut akan mirip, meskipun lokasi visibilitas gerhananya berbeda. Sebagai contoh GMC 26 Desember 2019 ini merupakan anggota ke 46 dari 71 anggota pada siklus Saros 132. Gerhana Matahari sebelumnya yang berasosiasi dengan gerhana ini adalah GMC 14 Desember 2001.

“Adapun gerhana yang akan datang yang berasosiasi dengan gerhana ini adalah GMC 5 Januari 2038,” katanya.

 GMC sebelumnya yang dapat diamati di Indonesia adalah GMC 22 Agustus 1998, yang jalur cincinnya melewati Sumatera bagian Utara dan Kalimantan bagian Utara, dan GMC 26 Januari 2009 yang jalur cincinnya melewati Sumatera bagian Selatan dan Kalimantan. Adapun GMC yang akan datang yang dapat diamati di Indonesia  adalah GMC 21 Mei 2031, yang jalur cincinnya melewati Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, serta GMC 14 Oktober 2042 yang jalur cincinnya melewati Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur.

“Adanya Gerhana Matahari Cincin (GMC), BMKG menghimbau kepada masyarakat jangan mengamati GMC dengan mata tanpa menggunakan penapis cahaya, karena bisa mengakibatkan kerusakan mata hingga kebutaan, gunakan kacamata yang memiliki filter khusus untuk melihat GMC dan jangan menggunakan kacamata hitam biasa gelap apapun warna lensanya, film foto, film rontgen, atau alat optik apapun tanpa filter matahari,” pungkasnya. (CP-10)

Be the first to comment on "Gerhana Matahari Cincin, Ini Penjelasan BMKG"

Leave a comment

Your email address will not be published.


*