KEJAKSAN – Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) suatu wilayah menjadi hal yang penting dalam mensukseskan program pembangunan daerah.
Salah satunya Kota Cirebon dimana Raperda RTRW wilayah Kota Cirebon masih belum menemui titik terang. Pasalnya, beberapa waktu lalu Tahun 2024, Raperda RTRW didalam paripurna ditolak oleh seluruh fraksi sehingga tidak jadi diparipurnakan dan diserahkan penuh kepada Kementrian ATR/BPN.
Atas hal tersebut, DPRD Kota Cirebon bersama Pemerintah Kota Cirebon menggelar rapat terkait persiapan turunnya Peraturan Menteri ATR/BPN tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cirebon
Rapat dihadiri oleh Wakil Walikota Cirebon, Pimpinan DPRD, Anggota DPRD, Sekda, serta SKPD terkait bertempat di Griya Syawala DPRD, Senin (10/3).
Didalam rapat sempat terjadi perdebatan dimana ada beberapa hal yang ditolak oleh Anggota DPRD salah satunya Bangunan Gedung Fakultas Kedokteran (FK) UGJ diatas lahan Kawasan Stadion Bima yang telah menjadi persoalan hukum.
Asisten Daerah III Kota Cirebon, Arif Kurniawan menjelaskan Kawasan Stadion Bima didalam Perda RTRW yang lama berwarna hijau.
“Didalam RTRW lama kawasan Bima blok menjadi hijau. Seiring waktu ada perubahan nomenklatur baru menjadi lapangan olahraga, sehingga tidak termasuk ruang terbuka hijau,” kata Arif dalam penyampaiannya di rapat.
Arif mengungkapkan, kalau menggunakan refrensi RTRW lama sangat berat karena semua bangunan yang ada disana harus dirobohkan untuk menjadi vegetasi.
“RTRW lama disusun Tahun 2009-2010, dimana di kawasan Stadion Bima menyesuaikan fasilitas umum dan fasilitas sosial,” ungkapnya.
Untuk Fakultas Kedokteran yang berada di Kawasan Bima, lanjut Arif, diakui menjadi pelanggaran tata ruang. Dan, Polda Jabar bertindak dan telah dinyatakan Tahun 2022 bahwa ini bukan tindak pidana melainkan dikenakan sanksi administrasi.
“Sehingga, dari Polda dilimpahkan ke Dinas Bina Marga Tata Ruang Jawa Barat untuk penerapan sanksi kepada UGJ,” jelasnya.
Kemudian, lanjut Arif, UGJ dikenakan sanksi administratif karena pelanggaran tata ruang, UGJ wajib memberikan ruang terbuka hijau.
“UGJ memberikan dan menetapkan tanah seluas 5.094 meter di wilayah Argasunya sebagai pengganti 3.300 meter yang telah dibangun gedung Fakultas Kedokteran di Kawasan Bima,” paparnya.
Sebagai sanksi administratif UGJ, kata Arif, tanah UGJ yang berada di Argasunya sudah diblok menjadi hijau atau RTH.
Arif pun menuturkan Pemakaman Cina di jalan Cipto masih hijau begitu juga Tanah Kutiong masih ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau tidak ada perubahan.
“Tanah evakuasi masih dalam gugatan, dari sejak awal RTRW awal kawasan tanah evakuasi itu perumahan, perdagangan dan jasa bukan hijau,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon Fitrah Malik mengatakan, sebelum peraturan menteri keluar akan didiskusikan kembali apakah tetap pada peraturan menteri atau dilanjut paripurna Raperda.
“Harus ada ketegasan kalau kita menyetujui Raperda RTRW tidak ada efek hukum setelahnya. Karena persoalan Gedung Kedokteran FK UGJ sudah dilaporkan ke Kejaksaan maupun Kepolisian,” kata Fitrah.
Wakil Walikota Cirebon, Siti Farida Rosmawati mengatakan, lebih menyarankan ke Perda karena bagaimanapun lebih mengedepankan tentang lingkungan hidup.
“Tinggal dikomunikasikan lebih lanjut saja apakah Perda ataupun Permen,” kata Farida
Farida mengungkapkan, pihaknya akan dikaji lagi akibat banjir apakah itu karena kekurangan RTH atau bagaimana.
“Termasuk persoalan bangunan kedokteran UGJ di kawasan Bima yang sudah ada take over tanah untuk RTH dari 3.000 menjadi 5.000 meter persegi. Kita komunikasikan untuk bisa menjadi Perda,” paparnya.
Untuk diketahui, draft Raperda tentang RTRW Kota Cirebon 2024-2044 terdiri dari 16 BAB dan 101 Pasal. (CP-06)
Be the first to comment on "RTRW Kota Cirebon Belum Ditetapkan, DPRD: Jangan Ada Efek Hukum Setelahnya"