MARI PUPUSKAN TINDAKAN CEROBOH

Oleh : Yustiadi

Ada saat-saat dalam hidup, ketika hati sarat dengan emosi, sehingga jika secara tak sengaja terguncang, atau jika kata-kata ceroboh jatuh ke kedalamannya seperti kerikil, ia akan meluap, dan rahasianya, yang tumpah ke tanah seperti air, tidak akan pernah bisa dikumpulkan.

Henry Wadsworth Longfellow-Penyair dan Pendidik Amerika Serikat
Sifat ceroboh, gegabah dan terburu-buru adalah bagian dari kondisi emosinal jiwa kita yang tak terkendali karena kelindan otak kita mengalami korsleting (arus pendek ketimpangan akalbudi).

Keputusan, opsi, perbaikan sikap tidak dilakukan, ketika serangkaian output tindakan kita pada gilirannya menjadi bumerang yang mengasingkan kita dengan ikatan intrapersonal. Maka, menjadi kering komunikasi yang kita lakoni dan gampang tersulut situasi yang tak menguntungkan kita.

Seharii-hari kita dihadapkan pada pola-pola komunikasi. Ada yang lebih bebas dengan ekstrovert, ada yang lebih pendiam ataupun introvert. Karakter demikian bukanlah pilihan, melainkan sebuah proses panjang dalam memori akalabudi kita, bisa berupa: pengasuhan, internaliasi dan faktor-faktor pergaulan dalam suatu lingkungan sebagai transmisi sifat bawaan. Setiap percakapan yang kita jalankan adalah seni bernegosiasi. Mengapa demikian? Menurut Charles Duhigg, pakar kebiasaan (productive habits) menjelaskan beberapa hal tentang prinsip seseorang menginisiasi komunikasi, yakni:

1. Curahkan perhatian kepada jenis percakapan apa yang tengah berlangsung;
2. Ceritakan maksud dan tujuan Anda dan tanyakan apa yang orang lain kehendaki;
3. Tanyakan tentang perasaan orang lain dan ceritakan perasaan Anda sendiri; dan
4. Carilah identitas dari percakapan yang kita jalankan.

Tentu saja, berkomunikasi baik itu gampang-gampang pelik. Sebagain besar manusia gagal berkomunikasi; lantaran perbedaan persepsi, respons resiprokal yang jauh dari harapan, serta friksi yang kerapkali menajamkan konflik karena perbedaan prinsip-prinsip hidup yang dipegang.

Kedangkalan komunikasi kita menjadikan kita tertelikung dalam sifat suuzan alias berburuk sangka. Dalam keseharian kita sebagai muslim, kerapkali berburung sangka telah menjadi kebiasaan yang membakar tepa salira kita terhadap sesama saudara. Perasaan kita tidak tenggang rasa, logika kita terjerumus kedalam kelamnya syak-wasangka. Hal ini terjadi karena lintasan informasi dan berita yang dangkal, serta sama sekali tidak bernilai kebenaran. Yang kita lakukan dan pertontonkan hanyalah melodrama ghibah yang tak pernah bisa kita stop ujungnya.

Perihal ini, Allah SWT telah mewanti-wanti kita dalam firman-Nya, yakni:
“(Ingatlah) di waktu kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut, dan kalian katakan dengan mulut kalian apa yang tidak kalian ketahui sedikit pun, dan kalian menganggapnya sesuatu yang ringan saja, padahal itu di sisi Allah adalah besar.” [QS. An-Nûr: 15].

Dalam dalih yang terus tidak menjadi gugur, kita bersikukuh mengatakan kepada lawan bicara bahwa ini bukan gosip, tapi ini adalah fakta. Padahal omongan-omongan sampah kita hanya berlandaskan kebencian kepada liyan. Inilah pintu masuk dari sikap ceroboh yang akan terus bermuara pada kebuntuan iman kita sendiri.
Hadist Rasulullah Saw banyak menyitir sifat ceroboh ini, diantaranya sebagai berikut:

Rasulullah——bersabda:

. “Sesungguhnya Allah—`Azza wajalla—betul-betul memberikan kepada sifat lembut apa yang tidak Dia berikan kepada sifat kasar. Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia memberi hamba itu sifat lembut. Dan tidaklah ada satu keluarga yang terhalang dari kelembutan melainkan mereka terhalang (dari segala kebaikan).” [HR. Ath-Thabrâni]

· “Sifat perlahan-lahan (tenang dan sabar) itu berasal dari Allah, sedangkan ketergesa-gesaan berasal dari Syetan. Dan tidak ada seorang pun yang lebih banyak maafnya daripada Allah.” [HR. Al-Baihaqi; Menurut Al-Albâni: hasan];

· “Akan datang pada akhir zaman nanti, satu kaum yang berusia muda lagi berpikiran pendek. Mereka mengucapkan sebagian dari perkataan Nabi. Mereka sebenarnya keluar dari Islam seperti anak panah melesat keluar dari busurnya. Keimanan mereka tidak melampaui kerongkongan mereka. Di mana pun kalian menjumpai mereka, bunuhlah mereka. Karena sesungguhnya terdapat pahala pada hari Kiamat kelak bagi orang yang membunuh mereka.” [HR. Al-Bukhâri].

Mawas Diri Lantaran Kita Selalu Diawasi
“Hendaklah Kalian bertakwa kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah: 282).

Allah mengirim malaikat Roqib dan Atid sebagai petugas pencatat amal perbuatan manusia. Bahkan Allah sendiri tidak jauh dari manusia, Dia lebih dekat daripada urat nadi. Kita senantiasa diawasi oleh kerahmaan dan kerahiiman Allah Sawt tanpa terlewat setiap detikpun. Janganlah gegabah dan semberono, bagilah setiap periode dua puluh empat jam kita dengan tiga aktivitas utama: beribadah, relaksasi dan bekerja. Silakan atur masing-masing berapa durasi menit atau jam yang dibutuhakan. Masing-masing boleh merancang ulang, sehingga tidak semakin jauh dari cahaya Allah yang senantiasa menedihkan sukma kita.
Kecerobohan diri sejatinya bukan hanya faktor psikis yang mengganggu kestabilan emosi kita, misalnya disebabkan oleh stress berkepanjangan (depresi), kurang fokus, dan kelelahan. Mereka lupa ada hal mendsar lainnya bahwa kecerobohan lebih didomniasi oleh mindset yang mengabaikan bahwa setiap deru napas kita diawasi oleh Rabb kita sendiri, sehingga seolah-olah jika kita berbuat semberono selama tidak diketahui orang lain, akan aman-aman saja dan jauh dari hukuman. Ini perspektif yang ngaco dan semakin sering digenggam, akan semakin sulit diperbaiki. Oleh karenanya, mawas diri adalah kuncinya.

Rasulullah pernah berkata kepada al-Mundzir, kepala kabilah Abdul Qais, “Sesungguhnya pada dirimu ada dua sifat yang dicintai Allah, yaitu sifat penyabar dan tidak suka tergesa-gesa.” Lalu ia bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah aku berusaha berperilaku seperti itu, atau Allah menjadikanku berwatak dengan keduanya?” Nabi SAW menjawab, “Allahlah yang menjadikanmu berwatak dengan keduanya.” Al-Mundzir pun berucap, “Segala puji bagi Allah Yang telah menjadikanku berwatak dengan dua tabiat yang dicintai Allah dan Rasul-Nya.” (HR Abu Dawud).

Kita harus mulai meraih ketenangan, kalem, slow living and caring. Tidak semena-emana, dalam arti hanya hasrat yang dijejalkan ke mulut dan perut, padahal selamnya tidakkan pernah cukup apabila memperturutkan ambisi.
Latihlahlah Akalbudi Anda Terus Terjaga
Kecerobohan dipicu oleh kepribadian dan beberapa kondisi lainnya, seperti lingkungan dan pikiran.

Kecerobohan umunya terjadi pada saat seseorang terdistraksi. Saat Anda merasa cemas, tidak jarang pikiran Anda berada di tempat lain. Pikiran yang mengembara bisa saja benih-benih awal dari delusi dan anxiety yang kelak akan menjadi problem tak tunats yang menimpa hidup Anda.

Kecemasan mempengaruhi daya tampung otak Anda untuk memulai perhatian dan berkonsentrasi pada sesuatu yang mendesak dan tengah Anda pikirkan solsuinya. Dengan demikian, pada bagian otak besar Anda, akalbudi Anda terjebak dalam kecemasan akut, sehingga Anda tidak dapat memusatkan perhatian pada hal-hal lain.

Imam Ibn Qayyim Al Jauziyah dalam Takziyatun Nufs menengarai bahwa kejerihan jiwa (termasuk didalamnya akalbudi (the mind itself) berkaitan dengan seonggok hati, hati yang suci dan tenang dimiliki oleh seorang mukmin yang didalamnya selalu ada Allah SWT. Latihlah Akalbudi Anda Terus terjaga, sehingga pupuslah secara berangsur-angsur tindakan ceroboh.

Jika Akalbudimu terus berdenyut kembang kempis, maka pucuk-ucuk tawakal akan senantiasa berbunga sepanjang musim menjadi obat agar tak lagi ceroboh, apalagi menyombongkan diri. Insya Allah. (*)

Be the first to comment on "MARI PUPUSKAN TINDAKAN CEROBOH"

Leave a comment

Your email address will not be published.


*