KUNINGAN – Kepala Desa dan Kelompok Tani Hutan (KTH) dari 24 Desa Penyangga Gunung Ciremai yang tergabung dalam Paguyuban Silihwangi Majakuning menggelar pertemuan, di Pendopo Obyek Wisata Desa Cibuntu Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan, Sabtu kemarin.
Pertemuan tersebut dalam rangka penguatan kelembagaan masyarakat dan manifestasi kedaulatan pengelolaan Hutan Taman Nasional Gunung Ciremai (HTNGC) serta menyikapi statement penolakan adanya Zona Tradisional dari salah satu LSM di Kabupaten Kuningan yang mengatasnamakan warga yang peduli terhadap kelestarian Gunung Ciremai.
Dalam pertemuan tersebut di sepakati lima poin, pertama menyatakan bahwa pemerintahan desa atas nama masyarakatnya sudah mengajukan usulan dibukanya zona tradisional di Gunung Ciremai kepada Kepala Balai TNGC. Kedua memohon kepada kepala balai TNGC dan Dirjen KSDAE untuk memproses perubahan zonasi. Sehingga pengelolaan TNGC akan lebih optimal dengan adanya kolaborasi kemitraan yang kompreshensif dengan masyarakat penyangga dan pemerintah desa.
“Poin ketiga yaitu agar pihak Balai TNGC mengutamakan keinginan dan usulan masyarakat desa penyangga Gunung Ciremai,” ungkap Eddy Syukur saat menyampaikan hasil kesepakatan tersebut kepada wartawan.
Kemudian yang keempat, kata dia, qdalah proposal kemitraan konservasi berupa pemungutan HHBK agar segera ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama, dan para kepala desa akan mengawal dengan maksimal proses ini.
“Dan yang terakhir, mendukung sepenuhnya Kepala Balai TNGC beserta jajaran, untuk melaksanakan kebijakan serta program balai TNGC untuk terciptanya tata kelola kawasan yang ideal, sehingga hutan lestari masyarakat lebih sejahtera,” bebernya.
Dalam kesempatan itu, Kuwu Desa Cibuntu Kecamatan Pasawahan, H Awang menyatakan, jika melihat kebelakang masyarakat takut bila memasuki kawasan TNGC, karena tidak diperbolehkan. Dan pihaknya saat itu melakukan perlawan karena kami tinggal di gunung tentu hidup dari gunung, begitu pun masyarakat pesisir hidupnya dari laut.
“Dengan itu kami mendukung adanya program kemitraan Konservasi HHBK yang salah satunya berupa penyadapan pinus yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Sehingga masyarakat akan turut menjaga dan melestarikan hutan di kawasan Gunung Ciremai, dan yang lebih penting ekonomi masyarakat meningkat dan masyarakat sejahtera,” kata Abah, sapaan akrab Kuwu Cibuntu.
Ditempat yang sama, Kuwu Desa Trijaya Kecamatan Mandirancan, Wihanto mengatakan, masyarakat Trijaya khususnya, akan lebih meningkatkan dalam menjaga dan melestarikan hutan. Bila masyarakatnya dapat melakukan aktifitas penyadapan pinus.
Karena tanaman Pinus di wilayah hutan Desa Trijaya itu, sambung dia, masyarakatnya yang tanam, orang tua kami yang tanam dulunya.
“Kenapa LSM menolak, kami gak habis pikir, kenapa LSM tidak berpihak pada kami (masyarakat, red). Saya sebagai Kuwu akan berjuang membela masyarakat kami yang hidup dan bergantung pada Gunung Ciremai, ini kemauan masyarakat yang di usulkan ke ke kami (Pemdes), maka akan didukung penuh,” kata Kuwu Trijaya.
Kuwu Desa Padabeunghar, Kuwu Pasawahan dan Kuwu Desa Setianegara pun mendukung penuh usulan Zona Tradisional dan program kemitraan konservasi pemungutan HHBK.
“Kami para kepala desa mendukung penuh adanya perubahan Zona Tradisional, termasuk di dalamnya adanya akses masyarakat untuk melakukan penyadapan pohon pinus. Dengan adanya penyadapan Pinus otomatis akan berdampak posisi bagi peningkatan ekonomi masyarakat kami. Selama ini masyarakat hanya mendapatkan hasil dari kopi, duren, jengkol dan lainnya, yang tanaman itu tanaman musiman,” kata Kuwu Desa Padabeunghar yang diamini Kuwu lainnya.
Diakhir acara, Pengurus Paguyuban Silihwangi Majakuning, Jejen menambahkan, pihaknya bersyukur dengan niat yang baik, masyarakat Majalengka – Kuningan (Majakuning) dipersatukan dengan adanya Gunung Ciremai.
“Banyak hal yang kita diskusikan menyikapi hal ini yang berkaitan dengan menjaga Gunung Ciremai. Kita sebagai Desa Penyangga maka Gunung Ciremai ini milik kita (masyarakat Desa Penyangga) dan 24 desa di sekitar Gunung Ciremai kita sepakat adanya perubahan zonasi, yakni Zona Tradisional,” jelasnya.
Pihaknya menyampaikan, saat ini ada perubahan perubahan yang signifikan, yang berdampak pada kemakmuran masyarakat Desa Penyangga.
“Untuk itu kita harus satu visi dan misi dan saling menjaga dan menghargai. Adanya penolakan dari LSM Akar juga harus kita hargai, karena berpendapat adalah hak tiap warga negara dan dilindungi undang undang,” tandasnya
Maka dari itu, kata Jejen, pertemuan dengan para Kepala Desa Penyangga Gunung Ciremai ini merupakan bentuk dukungan pemerintah desa atas permohonan Zona Tradisional yang diusulkan kepada kepala BTNGC.
“Kami menyatakan sikap dan mendukung adanya Zona Tradisional. Dengan adanya Zona Tradisional hutan akan terjaga dan ekonomi masyarakat lebih sejahtera,” tegasnya. (CP-10)
Be the first to comment on "Kepala Desa dan 24 KTH Dorong Dirjen KSDE Segera Buka Zona Tradisional"