KEJAKSAN – Adanya permintaan salinan surat jaminan Walikota, Bupati dan Rektor UGJ atas perpindahan status tahanan terdakwa menjadi tahanan kota oleh pihak korban dalam kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan Kepala Lab FK UGJ terhadap tenaga kesehatan Klinik Cakrabuana dan Dosen FK UGJ, ditanggapi langsung Pengadilan Negeri (PN) Cirebon.
Menurut Humas PN Cirebon, Aryo Widiatmoko SH menjelaskan, bicara konteks pidana, kepentingan korban itu secara penuh baik di persidangan maupun persuratan administrasi sudah diberikan kepada jaksa. “Jaksa yang mewakili kepentingan korban, baik urusan administrasi maupun persidangan,” katanya, Rabu (7/7).
Majelis hakim pun, lanjut Aryo, memberikan surat menyurat yang ditujukan kepada korban melalui Jaksa. “Apabila penasehat hukum korban atau korban ingin mengetahui perkembangan dari kasus ini, silakan koordinasi kepada Jaksa. Karena semua kepentingannya dia sudah diwakilkan oleh Jaksa,” ujarnya.
Ia mengatakan, menanggapi masalah surat-menyurat apa yang masuk ke dalam majelis itu adalah untuk konsumsi publik. “Dalam artian, baik itu penetapan perubahan status tahanan, itu sudah diberikan melalui pihak-pihak yang diatur dalam Undang-Undang baik itu Jaksa, maupun terdakwa. Jadi, penasehat hukum korban silakan berkoordinasi dengan Kejaksaan,” ungkapnya.
“Kenapa Pengadilan tidak menanggapi, karena kalau Jaksa nya yang meminta mungkin ada pertimbangan lain,” tambahnya.
Terkait tata administrasi kedinasan di PN Cirebon, apabila ada surat masuk dari penasehat hukum korban, Aryo menjelaskan, hal itu menjadi ranah kebijakan pimpinan. “Info yang saya dapat, surat itu ditujukan kepada Ketua Pengadilan, pimpinan memiliki hak untuk membalas atau tidak. Itu kebijakan pimpinan,” kata Aryo.
Sejauh ini, menurutnya, karena posisi Ketua PN Cirebon masih kosong, semua masih dalam masa penyesuaian. “Untuk kepentingan perkara ini, semuanya sudah dijalankan sesuai mekanisme,” papar Aryo.
Sebelumnya, terkait jaminan tahanan kota dalam kasus tindak pidana penganiayaan Kepala Lab FK UGJ oleh Walikota, Bupati dan Rektor UGJ Cirebon.
Menurut Dr Moh Djarkasih SH MH selaku Kuasa Hukum korban dr Herry Nurhendriyana MKM, bahwa jaminan pengalihan tahanan yang diberikan oleh kepala daerah selaku pejabat tata usaha negara itu masuk dalam hukum administrasi.
“Tindakan hukum tersebut berdasarkan hukum publik adalah sebagai wakil (vertegenwoordiger) dari jabatan pemerintahan. Oleh karenanya, perbuatan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai bentuk perbuatan hukum administrasi untuk dan atas nama jabatannya yaitu sebagai bupati dan walikota. Maka, patut disayangkan seorang kepala daerah sebagai pemangku jabatan publik berani menjamin dan mempertaruhkan reputasi dan nama baiknya menyangkut persoalan hukum pribadi sesorang dalam perkara pidana penganiayaan,” ujar Djarkasih, Senin (5/7) lalu.
Menurutnya, dengan memposisikan orang-orang tersebut sebagai penjamin atas adanya pengalihan tahanan dari rumah tahanan negara menjadi tanahan kota atas diri terdakwa Donny Nauphar sebagaimana Registrasi Perkara No. 146/Pid.B/2021/PN.CBN di Pengadilan Negeri Cirebon. Ia menilai alasannya subjektif.
“Perlu dibuktikan pula secara faktual, karena akan dijadikan sebagai legal formil kami tentang adanya pihak-pihak yang telah memberikan jaminan pengalihan tahanan kepada terdakwa beserta alasannya dan oleh karenanya kami mencoba meminta salinan penetapan pengalihan tahanan tersebut sebagaimana surat kami Nomor : 25/Perm-Firma/VI/2021, tertanggal 28 Juni 2021 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Cirebon untuk kami pelajari, namun sampai saat ini surat tersebut belum ada jawaban, karena dalam mengambil keputusan penetapan pengalihan tahanan tersebut, apakah Majelis Hakim tidak melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim atau sebaliknya,” ungkap Djarkasih. (CP-06)
Be the first to comment on "Soal Permintaan Surat Jaminan Pengalihan Status Tahanan, Pengadilan Negeri: Silahkan Koordinasi dengan Jaksa"