CIREBON – Meski menuai sejumlah kontroversi, isu Kartu Pra Kerja (KPK) mulai dibahas di DPR RI.
“Komisi IX masih membahas isu ini bersama Kemenaker. Ini menyangkut janji kampanye Presiden dengan nilai anggaran sekitar 10 trillun untuk 2 juta pengangguran,” ujar Dr Netty Prasetiyani MSi, Anggota Komisi IX DPR RI disela kegiatan Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan di Cirebon, Minggu (24/11).
Oleh karena itu, lanjut Netty, pemerintah harus dapat memberikan argumentasi yang jelas mengenai kartu pra kerja ini.
“Jangan hanya jadi isapan jempol yang anggarannya jadi bancakan. Kita tahu, APBN 2019 defisit Rp199 triliun. Jadi, pemerintah harus transparan. Anggaran besar kalau berdampak posistif dan berkorelasi menyelesaikan pengangguran pasti akan kita dukung. Tapi sekecil apapun anggaran kalau terjadi inefisiensi dan terjadi kebocoran, tentu ini tidak menyelesaikan masalah. Jangan sampai cita-cita baik, dalam implementasinya malah menimbulkan persoalan baru,” ungkap Anggota DPR RI Dapil Cirebon-Indramayu ini.
Oleh karena itu, Netty menanyakan dan memastikan siapa sebetulnya penerima manfaat kartu pra kerja ini. “Jangan sampai terjadi kisruh seperti di BPJS, dimana banyak orang yang seharusnya masuk PBI tapi tidak masuk,” tegasnya
Sementara, lanjuyt dia, Kota dan Kabupaten Cirebon kini menjelma menjadi kawasan penting dalam pembangunan di timur Pantura, Jawa Barat. Fasilitas yang lengkap seperti, kawasan bisnis dan pusat pemerintahan, hiburan masyarakat, industri, pelabuhan, stasiun dan bandar udara menjadi daya dukung pengembangan wilayah. Posisi Cirebon sebagai magnitude pembangunan Jawa Barat diperteguh dengan kehadiran Bandar Udara Kertajati di Majalengka.
Ironinya, besarnya potensi pembangunan ini tidak berbanding lurus dengan kondisi masyarakatnya. Kota dan kabupaten Cirebon memiliki jumlah penduduk kurang lebih 2,5 juta jiwa. Rerata lama sekolahnya hanya 9 tahun untuk kota dan 6 tahun untuk kabupaten. Tahun 2018 – 2019, tercatat 120 ribu pengangguran di Cirebon yang menempatkan kabupaten ini sebagai wilayah dengan pengangguran tertingggi di Jawa Barat. Jumlah ini didominasi oleh penganggguran lulusan SMA/SMK, SMP dan SD.
Hal ini tentu menjadi anomali, mengingat Jawa Barat termasuk salah satu provinsi dengan jumlah lowongan kerja terbanyak di Indonesia; mulai dari lowongan pekerjaan sebagai managemen, teknisi dan asisten ahli, operator, usaha jasa, tenaga terampil, pengolahan sampai pekerja kasar.
Atas hal itu, menurut Netty, tenaga kerja dari Cirebon tersisih dan kurang mampu bersaing dengan pencari kerja dari luar Cirebon.
“Ini perlu political will dari Pemda Cirebon guna mendorong dunia industri dan bisnis memperhatikan warga sekitar untuk direkrut sebagai pekerja,” paparnya.
Adapun isu launching KPK seakan memberi angin segar bagi para pencari kerja di Indonesia, termasuk dari Cirebon. Bentuknya adalah pemberian program pelatihan dan pembekalan kerja yang dapat melibatkan Balai Latihan Kerja (BLK). Menurut Netty, kondisi BLK kita di daerah beragam, ada yang mati suri, ada yang tinggal plang nya.
“Harus ada program revitalisasi BLK, termasuk bagaimana menajamkan orientasi BLK. Jangan sampai juga pelatihan di BLK tidak sesuai dengan kebutuhan industri yang ada,” ubgkapnya.
Netty juga meminta agar pelatihan yang diberikan harus bisa merespons perkembangan revolusi 4.0. dan kebutuhan era disrupsi. “Persoalannya bukan hanya skill pencari kerja, tapi juga lowongan kerjanya ada atau tidak? Ini PR pemerintah untuk sediakan lowongan kerja sesuai dengan pelatihan penerima KPK di BLK,” katanya.
Program KPK pun masih menjadi polemik di DPR tentang lembaga yang bertanggung jawab atas program ini dan mekanisme pengawasannya. “Nah, leading sektornya Kemenaker atau Kemenko Perekonomian. Seharusnya Kemenaker yang secara teknis mengurusi pekerja dan jadi mitra DPR RI, bukan Kemenko Perekonomian,” papar Netty.
Terakhir, Netty mengingatkan kembali soal defisit ÀPBN yang bisa melebar. “Defisit BPJS Kesehatan belum ada solusi jitu, BUMN banyak yang merugi, tenaga honor pemerintah masih banyak yang belum jelas sumber penggajiannya, bahkan hutang negara kepada asing semakin melambung. Jangan sampai wacana Kartu Pra Kerja ini hanya jadi angin segar sejenak bagi pencari kerja dan akhirnya hanya menjadi isapan jempol,” pungkasnya. (CP-10)
Be the first to comment on "Soal Kartu Pra Kerja, Netty: Jangan Jadi Isapan Jempol, Malah Anggarannya Jadi Bancakan"