CIREBON – Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Dinas Budaya, Pariwisata, Olahraga dan Kepemudaan (Disbudparpora) menggelar acara Seminar Internasional dengan mengangkat tema “Jejak-jejak Laksamana Cheng Hwa” dan turut menghadirkan Prof Dr Nina H Lubis MHum selaku ahli sejarah Indonesia dari Unpad, DrRafan S Hasyim MHum sebagai Phulologist Author of The Book “Jejak-jejak Laksamana Cheng Hwa di Kerathuan Singhapura” dan Prof Tan Ta Sen sebagai peneliti khusus Cheng Hwa.
Dalam kesempatan tersebut disebutkan Nina, bila Cheng Hwa adalah seorang admiral laksamana dari masa kekaisaran Yuro yang melakukan ekspedisi dari Kaisar Yuro dari ujung timur ke barat. Kemudian, Cheng Hwa pun melakukan ekspedisi sebanyak 6 kali di Sumatera dan Jawa yang kemudian datang ke Cirebon pada tahun 1406. Diketahui, bila Cheng Hwa melakukan ekspedisi sejak 1405-1433 dan Chrng Hwa dianggapnya sangat istimewa karena sebagai seorang muslim.
“Dari seluruh ekspedisinya sebagai memiliki misi perdamaian, perdagangan dan menyebarkan Agama Islam,” ungkapnya.
Lalu lanjut dia, pada tahun 1406, Cheng Hwa berlabuh di Muara Jati dan pada saat itu yang sedang berkuasa yakni Kerajaan Singhapura sebagai kerajaan daerah dari Kerajaan Galuh dibawah kepemimpinan Prabu Watu Kencana sebagai raja besar dari Galuh. Dan hubungan antara Kerajaan Galuh dengan Singhapura karena keturunan kerajaan Galuh menikah dengan keturunan Ki Gendeng Jumanjan Jati.
Pada saat itu pun Cheng Hwa membawa kapal minimal sebanyak 73 kapal dengan ukuran panjang 120 meter lebar 50 meter yang kemudian singgah di Muara Jati. Cheng Hwa membutuhkan air yang sangat banyak dan membutuhkan waktu lama sehingga menetap beberapa waktu di Muara Jati.
“Pada saat itu Cheng Hwa memberikan peran lebih dengan memberikan pembelajaran navigasi dan membuat lampu mercusuar. Serta, berjasa dalam menyebarkan Islam secara tidak langsung dengan membawa dua ulama besar dari Campa yakni Syekh Quro dan Syekh Nur Jati,” ujarnya.
Masih kata dia, Syekh Quro kemudian pergi ke Karawang melalui sungai Ciasem dengan mendirikan pesantren pertama di Jawa Barat dengan nama Pesantren Syekh Quro. Santrinya dengan nama Nyai Suban Larang sebagai anak Ki Gendeng Jumanjan Jati bertemu dengan Raja Sunda Sri Baduga Maharaja pada saat Sri Baduga Maharaja sedang melakukan perjalanan ke Karawang.
Dalam pertemuan tersebuat antara Nyai Suban Larang dan Sri Baduga Maharaja keduanya berbeda agama. Dengan ketegasan yang dimiliki oleh Syekh Quro pada akhirnya Sri Baduga Maharaja yang sebelumnya beragama Hindu berpindah ke agama Islam dan akhirnya menikah dengan Nyai Suban Larangan.
“Dari pernikahan itu memiliki 3 anak yakni Nyi Rarasantang, Raden Walangsungsang, Raden Sangala dan kemudian Nyi Rarasantang pergi ke Mesir untuk menimba ilmu Islam yang kemudian dipinang oleh pangeran Mesir lalu lahirnya Syekh Syarif Hidayatulloh yang diutus untuk kembali pulang ke Cirebon untuk melanjutkan dalam misi penyebaran agama Islam,” ungkapnya.
Sementara itu, Prof Tan Ta Sen selaku Presiden Director Asosiasi Internasional Cheng Hwa yang bertempat di Singapura mengatakan, bila kedepan dirinya mengharapkan agar di Cirebon dibentuk Komite Asosiasi Cheng Hwa agar sejarah-sejarah yang belum terungkap dapat dibuka dalam bentuk penelitian yang dilakukan.
“Saya berharap kedepan harus dibentuk Komite Asosiasi Cheng Hwa agar bisa melakukan penelitian secara koperhensif terkait dengan sejarah Cheng Hwa di Cirebon,” tuturnya. (CP-02)
Be the first to comment on "Lewat Seminar Internasional, Disbudparpora Bedah Jejak-jejak Laksamana Cheng Haw"