KESAMBI – Menindaklanjuti hasil Pleno tentang penetapan besaran Upah Minimum Kabupaten Cirebon tahun 2019 yang dilakukan pada hari Selasa (6/11) yang lalu di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Cirebon (Disnakertrans) senilai Rp2.024.000. Hal itu menurut Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI Cirebon) sangat tidak berpihak pada para pekerja yang ada di Cirebon. Atas hal tersebut, FSPMI menggelar unjuk rasa menolak penetapan UMK Kabupaten Cirebon 2019 di kantor Disnakertrans Kabupaten Cirebon, Kamis (15/11).
Hal itu seperti dikatakan oleh Machbub, Sekretaris Jendral FSPMI Cirebon Raya bahwa kenaikan 8,03% hanya setara dengan Rp150 ribu dan hanya mencapai Rp2.024.000, artinya kenaikan tersebut tidak sebanding dengan kebutuhan yang ditanggung oleh pekerja.
Oleh karena itu, FSPMI Cirebon Raya menginginkan kenaikan Upah Minimum Kabupaten Cirebon mengacu pada hasil Survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang mencakup 60 jenis kebutuhan buruh sesuai Permenaker Nomor 13 Tahun 2012. Dimana, kata dia, nilai KHL didapat rata-rata sebesar Rp3,1 juta untuk tahun 2019 sesuai hasil survey KHL di tiga pasar yakni pasar Arjawinangun, Palimanan, Plered di Kabupaten Cirebon yang dilakukan pada tanggal 10 November 2018.
“Ya, kami mau dalam kenaikan itu menggunakaan KHL,” ungkapnya dihadapan ratusan buruh lainnya.
Bila dinilai dari kenaikkan Upah Minimum 2019 sebesar 25-30%, maka upah minimum adalah batas pengaman upah untuk suatu daerah, dan berlaku bagi pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Untuk itu, FSPMI Cirebon pun meminta pemerintah menaikkan upah minimum sebesar 25-30% agar kaum pekerja Cirebon mampu untuk mencukupi kebutuhannya. Upah minimum, kata dia, merupakan jaring pengaman agar pekerja dapat memenuhi kebutuhan. Apabila kenaikan hanya 8,03% maka ini tidak sesuai dengan kebutuhan real pekerja Cirebon.
“Kenaikan yang kemarin dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan para pekerja di Cirebon,” paparnya.
Selain itu, buruh pun menolak Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Pasalnya, aturan tersebut turun disaat akan diajukannya Upah Minimum Kabupaten Cirebon Tahun 2016 berdasarkan Survey KHL membuat hasil survey ditolak. Hal ini membuat upah minimum di Kabupaten Cirebon begitu rendah dibandingkan daerah Industri di Jawa Barat lainnya.
Oleh karena itu, FSPMI Cirebon Raya berupaya agar pemerintah mencabut peraturan tersebut. Perjuangan, kata dia, harus terus dilakukan mengingat Cirebon akan menjadi kota Industri, jangan sampai pekerja di Cirebon terus mengalami kesengsaraan. Adanya PP 78/ 2015 ini telah melanggar UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang pengupahan Pasal 88 ayat 3 huruf a dan ayat 4 serta pasal 89.
“Aturan PP 78 tahun 2015 itu memang kita anggap gak sesuai dengan kebutuhan buruh,” ujarnya.
Masih kata dia, upah sektoral adalah upah yang diberikan berdasarkan sektor usahanya. Disebutkan olehnya bila Permenakertrans Nomor 7 Tahun 2013 pasal 1 menyatakan bahwa sektoral adalah kelompok lapangan usaha serta pembagiannya menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Upah sektoral Kabupaten/Kota ditetapkan Gubernur atas kesepakatan organisasi perusahaan dengan serikat pekerja sektor yang bersangkutan. Dan, apabila didalam perusahaan ada sektor yang belum tergabung dalam sektoral maka upah sektoral dirundingkan secara bipartit dan nilai UMSK tidak boleh rendah dari UMK.
“Oleh karena itu, kami FSPMI Cirebon Raya meminta pemerintah Kabupaten Cirebon untuk segera menerapkan UMSK Cirebon. Karena, sudah 2 tahun belum ada pembahasan UMSK terhenti dan tidak ada progres,” pungkasnya. (CP-02)
Be the first to comment on "Naik Hanya Rp150 Ribu, FSPMI Tolak Penetapan UMK Kabupaten Cirebon 2019"