KEJAKSAN – Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia melayangkan gugatan hukum kepada PT Gamatara Trans Ocean Shipyard yang merupakan salah satu perusahaan di bidang perbaikan dan pembuatan kapal yang ada di kawasan Pelabuhan Cirebon. KLHK melayangkan tuntutan terkait pekerjaan pengurugan tanah milik KSOP yang disinyalir tanpa mengantongi izin lingkungan pada tahun 2015 lalu.
Siang tadi, Selasa (23/10), sidang ketiga terkait perkara tersebut dilaksanakan di Pengadilan Negeri Kota Cirebon dengan agenda mendengarkan saksi-saksi, dimana pada persidangan, Direktur Utama dan Direktur Operasional PT Gamatara Trans Ocean Shipyard dihadirkan untuk memberikan kesaksian.
Terkait duduk persoaan awalnya, Kuasa Hukum PT Gamatara Trans Ocean Shipyard, Iskandar SH menuturkan, pada tahun 2015 lalu, PT Gamatara mengajukan izin lingkungan untuk pembangunan di lahan pelabuhan seluas 4,8 hektar, letaknya berada di bibir laut terjauh, berseberangan dengan TPI Pesisir Panjunan.
”Kami mengajukan izin pembangunan jalan di lahan pelabuhan, setelah itu kami lakukan pengurugan,” kata Iskandar.
Disamping lahan tersebut, lanjut Iskandar, membentang lahan milik KSOP yang lurus mengarah langsung ke jalan Madura, jalan utama di Pelabuhan. Atas izin dan permintaan dari pemilik lahan, yakni KSOP, tanpa izin lingkungan dan tidak termasuk dalam dokumen izin lingkungan lahan 4,8 hektare. Maka, bentangan lahan yang dulu masih berupa rawa tersebut diurug oleh PT Gamatara, dimaksudkan untuk akses di pelabuhan agar lebih mudah.
“Dasarnya jelas, UU Nomor 17/2008 tentang Pelayaran. Dimana kewajiban pemerintah untuk memberikan akses jalan maupun alur pelayaran pengguna jasa pelabuhan, dalam hal ini PT Gamatara. Maka, dibuatlah akses jalannya dengan diurug, luasnya sekitar 200 meter dengan lebar 10 meter,” jelasnya.
Namun, diujung jalan, kata Iskandar, yang sudah diurug, terhalang oleh tembok milik operator pelabuhan, yakni PT Pelindo II, karena memang di sebelah lahan milik KSOP adalah lahan PT Pelindo. Sehingga, pada bulan November 2015, KSOP pun melayangkan surat kepada PT Pelindo perihal permintaan akses jalan yang dimaksud, karena masih terhalang tembok milik PT Pelindo.
”Akhirnya, dibukalah akses jalan tersebut, dan itu atas periintaan pemilik lahan KSOP bukan PT Gamatara,” ujarnya.
Pada akhir 2015, lanjut Iskandar, KLHK turun ke Pelabuhan untuk melakukan sidak terkait keluhan masyarakat terhadap debu batu bara yang saat itu akhir tahun 2015 ramai dipersoalkan. Namun, saat itu tim dari kementrian malah menyelidiki urugan tersebut, dan akhirnya di stop oleh kementrian sampai dibawa ke ranah hukum. Dan, KLHK berasalan karena pengurugan tersebut tidak mengantongi izin lingkungan.
“Saat itu KLHK turun, mau meriksa debu, tapi malah menyelidiki yang lain. Dan akhirnya di stop. Ya, yang punya lahan kan KSOP, dan kami bekerja atas izin KSOP. Kenapa sekarang kami yang dituntut,” pungkasnya. (CP-06)
Be the first to comment on "Digugat KLHK Soal Tak Kantongi Izin Lingkungan, Kuasa Hukum PT Gamatara: Pekerjaan Pengurugan Tanah Milik KSOP"