KEJAKSAN – Proses hukum yang masih berjalan baik di Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Kejaksaan Negeri Kota Cirebon atas Pembangunan Gedung Setda 8 Lantai senilai Rp86 miliar yang bersumber dari APBD Kota Cirebon baik dugaan penyalahgunaan maupun keterlambatan denda. Meski demikian, pembangunan gedung yang sudah selesai, saat ini masuk dalam penilaian semua aspek pada fisik gedung maupun unsur lainnya yang dilakukan oleh Manajemen Konstruksi (MK) apakah layak huni atau tidak.
Hal tersebut seperti dikatakan Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Cirebon, Irawan Wahyono, saat ini gedung setda sedang dalam proses pengujian layak fungsi. Dimana, kata dia, dilakukan secara komprehensif seperti uji elektrik, sistem pengairan, sistem kebakaran, Amdal, kekuatan beton dan lain sebagainya.
”Jadwal pengujian Gedung Setda selama 3 minggu dan hari ini sudah masuk hari ke-8. Tahun ini harus selesai pengujian, sehingga bisa segera dimanfaatkan,” kata Irawan kepada Cirebonpos saat ditemui di gedung DPRD, Kamis (4/10).
Irawan mengungkapkan, apapun bangunan gedung baik pemerintah maupun swasta harus memiliki sertifikat layak huni sesuai dengan Permen PUPR Nomor 26 Tahun 2007. Kemudian, kata dia, uji beton akan dilakukan oleh ahli yang disediakan sama MK.
”Semua menggunakan ahlinya, sehingga tidak kelihatan asal-asalan. Hasil semua tes tersebut akan menjadi rekomendasi MK apakah layak huni atau tidak,” ungkapnya.
Masih kata Irawan, pihaknya akan menyusun tim ahli bangunan gedung yang terdiri dari akademisi, praktisi, masyarakat ahli, PUPR, serta teknisnya. Mereka akan berjalan setelah uji bangunan selesai.
”Semua akan diujikan oleh ahlinya, sehingga akan keluar hasilnya bagaimana,” ujarnya.
Terkait temuan dari Kejaksaan Agung banyak material bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, kata Irawan, semua sedang dalam tindak lanjut. Dimana, kata dia, kontraktor masih bertanggung jawab dan memperbaiki apa saja hasil pembangunan yang kurang.
”Semua masih tanggung jawab kontraktor. Kekurangan apapun dari Gedung Setda masih harus di perbaiki oleh kontraktor,” paparnya.
Kemudian, lanjut Irawan, soal keterlambatan pembayaran denda Rp11 miliar oleh kontraktor masih belum dibayarkan kepada kas daerah, karena masih dalam proses kordinasi dengan BPK. Menurut Irawan, ada sebuah rumus yang berbeda tentang jumlah denda keterlambatan sehingga pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan BPK.
”Kami sudah ke BPK menyampaikan terkait denda keterlambatan. Dan, kami akan ke sana lagi mengenai hasilnya bagaimana,” pungkasnya. (CP-06)
Be the first to comment on "Kasus Hukum Masih Berjalan, DPUPR Akui Tunggu 3 Minggu Gedung Setda 8 Lantai Layak Huni atau Tidak"