KESAMBI – Revitalisasi replika Pedati Gede dan Taman BAT senilai Rp2,2 miliar sudah menjadi temuan pendahuluan dengan meminta dokumen dan cek fisik oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat. Bahkan, Polres Cirebon Kota juga sudah melakukan pemeriksaan atas aduan masyarakat pada pembangunan Pedati Gede dan Taman BAT. Atas hal itu, Budayawan Cirebon mengaku tidak setuju atas pembangunan Pedati Gede di Taman BAT.
Seperti diketahui, catatan dan data BPK dalam pembangunan Pedati Gede dan Taman BAT menyebutkan, DED tidak dijadikan acuan pada saat pelaksanaan. Apalagi menurut penjelasan ITB terdapat realisasi biaya pribadi yang tidak tercantum dalam dokumen perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Belum lagi, adendum tidak disertai dengan CCO (Contract Change Order), serta tidak terdapat dokumen Back Up Data dan As Built Drawing.
“Replika Pedati Gede didepan BAT saya tidak setuju, kenapa susah payah membuat itu. Padahal pindahkan saja Replika Pedati Gede yang sudah ada berada di halaman belakang keraton kasepuhan ke taman BAT,” kata Budayawan Cirebon, drh Bambang Irianto kepada Cirebonpos, Selasa (11/4).
Menurut Bambang, replika Pedati Gede yang ada di depan BAT masih terlalu kecil dan bentuknya tidak seperti itu. Bambang bahkan mempersilahkan foto aslinya dan kemudian dilihat dengan aslinya yang ada di Pekalangan.
“Replika Pedati Gede sudah dibuat sejak Tahun 1994 oleh Elang Tommy Iplaludin, Sukardi dan lainnya yang sekarang ada dihalaman belakang Keraton Kasepuhan. Coba saja bandingkan dengan yang di BAT,” ujarnya.
Masih kata Bambang, kenapa dalam pembangunan tersebut tidak menanyakan atau mengikutsertakan pihak yang pernah membuat replika Pedati Gede. Apalagi, lanjut dia, tidak ada komunikasi sama sekali.
“Saya pelaku awal pembuatan replika Pedati Gede. Kami lihat dan hitung betul berapa tonasenya, siapa saja pembuatnya dari Pangeran Yusuf, Pangeran Tommy dan Sukardi. Paman saya yang membuat replika yang menurut disiplin ilmu mendekati perkiraan Pedati yang aslinya,” jelasnya.
Kemudian, lanjut Bambang, harus juga ditelusuri secara ilmiah tanpa emosinal berapa tonase berat dan seterusnya. Selain itu, kata dia, yang seharusnya nongkrong depan BAT bukan hanya kereta Pedati Gede, yakni jangkar raksasa yang ditemukan dijalan kantor.
“Kemudian ada inisiatif pihak Klenteng membawa dan disimpan di bagian belakang Klenteng Dewi Welas Asih. Cirebon banyak sekali PR-PR saya hanya menunjukan permukaannya secara ilmiah bukan dengan enosional,” paparnya.
Bambang pun menyakini, Pedati Gede merupakan sebesar se nusantara tidak ada yang lain selain Pedati Gede secara fisik dan cerita.
“Pedati Gede dibikin pada zaman Mbah Kuwu Cirebon Pangeran Walangsungsang. Mbah Kuwu mempunyai guru Syeikh Datul Kahfi orang yang sangat visioner, dimana orang beriman dan bertakwa yang mempunyai pandangan hati tajam mengikuti Rasulullah. Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Yastrib sekian ratus ribu kilometer sampai disana dibikin masjid,” tuturnya.
Setelah itu, lanjut Bambang, dibikin nama baru menjadi Madinah Almunawaroh kota yang bercahaya. Kota cahayanya dunia seluruh dunia pandangannya mengacu ke Mekkah dan Madinah, padahal pada saat itu negara lain sedang jaya-jayanya.
“Yang pertama kali membuat duplikat dari kereta Pedati Gede adalah paman saya yakni Pangeran Yusuf Dendabrata yang bingung disuruh gubernur membuat replika beneran,” kata Bambang.
Kemudian kata Bambang, bagaimana cara membuat roda, sistem mekanik, serta perangkat taktiknya karena bukan orang teknik. Beliau bermunajat dan haji di Mekah dan Madinah.
“Disana mengadu kepada Allah SWT dan langsung seketika itu Allah mengijabah ada ide dan telepon ke anaknya Elang Tommy Iplaludin. Diperintah bapaknya siapkan kertas dan pensil bayangkan apa yang saya omongkan. Dibuat dan digarap ada tim pekerja Pedati Gede replika dibuat dihalaman Alun-Alun Keraton Kacirebonan,” jelasnya.
Setelah jadi, kata Bambang, Gubernur senang warnanya asli dimana tidak hitam seperti yang sekarang ukurannya diperkirakan mirip atau mendekati kereta Pedati Gede yang ada di Pekalangan.
“Pada saat Tahun 1994 saya diberi tugas kawal Pedati Gede kirab keliling Kota Cirebon pada saat Festival Kertaon Nusantara yang ditarik langsung oleh kerbau. Pada waktu Festival Nusantara Tahun 1994 sudah jadi replika Pedati Gede. Akhirnya disepakati secara keuangan milik gubernur karena anggaran dari provinsi. Dan disimpan dan dititipkan saja kebagian belakang dari Keraton Kasepuhan ada disitu bisa dilihat sampai sekarang,” pungkasnya. (CP-06)
Be the first to comment on "Soal Dugaan Temuan BPK, Budayawan: Saya Tidak Setuju dengan Pembangunan Pedati Gede itu"