Rencana Aktivitas Penyadapan Getah Terganggu, KTH Minta Dibuatkan Zona Tradisional

Foto : Ist PERTEMUAN. Kelompok Tani Hutan (KTH) bersama Paguyubah Silihwangi Majakuning gelar pertemuan, Rabu (30/3).

KUNINGAN – Kelompok Tani Hutan (KTH) sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) mengharapkan, bisa melakukan aktivitas pemungutan HHBK yang diantaranya adalah pemungutan atau penyadapan pohon pinus di lereng Gunung Ciremai, baik di wilayah Kuningan maupun Majalengka.

Ketua Paguyuban Silihwangi Majakuning, Eddy Syukur mengatakan, sebelum Gunung Ciremai ditetapkan sebagai taman nasional oleh pemerintah, masyarakat penyangga gunung sudah memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) untuk kebutuhan hidup.

Menurutnya, berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal (Ditjen) Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), masyarakat penyangga hutan bisa memungut HHBK.

HHBK di antaranya, berupa rotan, getah, biji-bijian, akar-akaran, kulit kayu, umbi, buah, sagu, tanaman obat, madu, hingga bambu hutan.

“Dalam proses hal ini, masyarakat sekitar penyangga yang memungut HBBK akan mempertimbangkan volume dan jumlah sesuai hasil kajian potensinya atau pun regenerasinya,” kata Eddy saat ditemui di Desa Cisantana Kabupaten Kuningan, Rabu (30/3).

Eddy mendorong pemerintah menetapkan Zona Tradisional di Gunung Ciremai. Adanya spot tersebut, bisa digunakan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional bagi masyarakat yang ketergantungan dengan sumber daya alam.

Setiap taman nasional, kata Eddy, harus memiliki zonasi. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang pedoman Zonasi Taman Nasional Menteri Kehutanan.

“Seperti di Taman Nasional Halimun Gunung Halimun Salak, sudah ada titik zona tradisional. Seharusnya di Gunung Ciremai ada,” katanya.

Selain itu, lanjut Eddy, masyarakat petani di sekitar kawasan Gunung Ciremai mengaku tidak memiliki niat untuk merusak alam. Bagi mereka, gunung tertinggi di Jawa Barat itu merupakan sumber penghidupan.

“Bahkan, kalau ada kebakaran, kami paling depan memadamkan api. Kami punya hak untuk mendapatkan manfaat dari hutan Gunung Ciremai ini,” katanya.

Masyarakat KTH, Ginar mengatakan, akan tetap memanfaatkan hutan Gunung Ciremai sebagai mata pencaharian. Aktivitas tersebut sudah ia lakoni sejak sejak 1976.

Menurut Ginar, aktivitas warga di sekitar gunung tidak menimbulkan kerusakan yang berarti, bahkan beberapa kali ia bersama warga lainnya melakukan aksi restorasi alam.

“Harus berjalan, karena pasarnya ada. Perlu diingat, kami tidak akan mengambil dalam jumlah banyak karena sadar kelestarian alam adalah yang utama,” paparnya. (CP-10)

Be the first to comment on "Rencana Aktivitas Penyadapan Getah Terganggu, KTH Minta Dibuatkan Zona Tradisional"

Leave a comment

Your email address will not be published.


*