KEJAKSAN – Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang telah disahkan oleh DPR RI menuai reaksi dari berbagai elemen se-Indonesia. Mahasiswa serta para buruh pun ikut turun ke jalan menyuarakan penolakan atas disahkannya Omnibus Law menjadi UU.
Pagi tadi, Aliansi Mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Mahasiswa Cipayung Plus Cirebon menggelar demontrasi menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Omnibus Law) di DPRD Kota Cirebon.
Aksi bertagline #tolakomnibuslawa dan #mositidakpercaya itu diikuti ratusan mahasisiwa dari bebagai kampus di Kota Cirebon.
Massa aksi mahasiswa longmarch berjalan kaki menuju DPRD Kota Cirebon Jalan Siliwangi. Dalam orasinya, massa aksi menyebutkan, dalam kondisi negara darurat penyebaran Covid-19, DPR RI memberikan kejutan-kejutan dengan melakukan pengesahan RUU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020 lalu.
Pemerintah berdallih, dengan hadirnya UU ini mampu menyelamatkan ekonomi negara yang lemah dan mengestaskan kemiskinan melalui investasi.
“Padahal UU tersebut merugikan buruh dan rakyat serta menguntungkan para investor dan pengusaha,” kata Bahyudin selaku Koordinator Lapangan Aksi Mahasiswa
Bahyudin mengungkapkan, UU Cipta Kerja berpotensi menimbulkan ancaman kerusakan lingkungan alam akibat industri dengan memberikan kelanggoran perjanjian mengenai amdal, adanya penggolongan tingkat resiko bahaya tingkat rendah, sedang dan berat yang diikuti tingkat kesulitan perjanjian yang disesuaikan dengan tingkat resiko tersebut, namun klasifikasinya tidak dijelaskan secara rinci.
“UU Cipta Kerja mengantarkan nasib pekerja dalam jurang ketidakpastian dengan adanya perubahan sistem pengupahan, seperti UMK Provinsi tidak lagi menjadi acuan pengupahan terendah bagi pengupah di tingkat kabupaten/kota,” ujarnya
Menurut Bahyudin, menjadikan pemerintah pusat sebagai kontrol tunggal dalam hal pengawasan dan pemberian perizinan yang sebelumnya kewenangan itu merupakan kewenangan otonomi daerah.
“Jelas, peralihan kewenangan akan membentuk pemerintah yang otoriter,” tegasnya.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menuntut empat poin, yakni menolak kehadiran UU Cipta Kerja yang tidak mengsejaterakan rakyat, mengecam DPR RI yang mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU di tengah Covid-19.
“Tuntutan ketiga, menyatakan mosi tidak percaya terhadap DPR RI dalam menjalankan amanah Rakyat Indonesa. Terakhir, mendesak DPRD Kota Cirebon untuk menyatakan sikap menolak UU Cipta Kerja,” tandasnya.
Tuntunan aksi mahasiswa tersebut diterima sejumlah anggota DPRD Kota Cirebon. Mereka diterima dengan baik dan berjanji tuntutan mahasiswa ini akan diteruskan ke DPR RI.
Di tengah aksi mahasiswa, sejumlah kelompok massa marangsek maju untuk ikut bergabung dengan aksi tersebut. Namun demikian, pihak Kepolisian Resot Cirebon Kota menahan kelompol aksi massa tersebut dengan alasan aksi tersebut ilegal.
Massa yang berjumlah hampir ribuan itu melakukan aksi pelemparan batu terhadap petugas yang melakukan penjagaan. Dan, pihak kepolisian membalasnya dengan tembakkan gas air mata dan water cannon.
Polisi menghalau massa yang tadinya berkumpul di Jalan Siliwangi Kota Cirebon, dipukul mundur oleh polisi, hingga berpencar menuju Jalan Karanggetas dan Jalan Kartini. Sempat terjadi adu lempar batu di Jalan Kartini, tepatnya di rel kereta api yang memotong Jalan Kartini.
Mereka membakar ban bekas dan melempari petugas denga batu. Polisi membalasnya dengan tembakan gas air mata. Sementara sejumlah massa aksi juga ditangkap pihak kepolisian.
Sebelum aksi ricuh berlangsung, polisi sempat meminta aksi massa ilegal untuk segera membubarkan diri, karena tidak memiliki izin melakukan aksi. Imbauan tersebut kemudian disambut lemparan batu oleh massa, yang mengakibatkan bentrok besar terjadi di sepanjang Jalan Siliwangi dan Kartini. (CP-06)
Be the first to comment on "Demo Tolak Omnibus Law Berujung Ricuh"