Pandemi Covid-19 yang melanda global ini kemudian banyak istilah berkembang seperti self-quarantine, social/physical distancing sampai dengan Lockdown. Di Indonesia sendiri, kita kemudian mengenal lema Work From Home, Learning From Home, Stay At Home atau Exercising at Home. Secara maknawi, lockdown adalah sebentuk isolasi, dimana kita bekerja, belajar dan beibadah di rumah saja, membatasi aktivitas sosial mengingat sebaran penyakit akibat virus Covid-19 sudah menjadi bencana global nan meresahkan.
Dalam surat al-Kahfi, Allâh Azza wa Jalla menyampaikan salah satu kisah kehidupan masa lalu. Yakni yang dikenal dengan ashhâbul-kahfi, yaitu para pemuda penghuni goa, yang dikisahkan secara global menjelajah melintasi perputaran zaman, menembus ruang-waktu yang sekan menekuk atas ridho Alloh Swt.
Dalam sebuah keterangan disebutkan, bahwa mereka memeluk agama Nabi ‘Isa bin Maryam. Akan tetapi, al-Hâfizh Ibnu Katsir rahimahullah merajihkan, bahwa pemuda-pemuda itu hidup sebelum perkembangan millah Nashraniyah. Seandainya mereka memeluk agama Nashrani, tentu para pendeta Yahudi tidak memiliki data tentang mereka. Sedangkan peristiwa ashhâbul-kahfi, merupakan tema yang dikemukakan oleh Yahudi kepada kaum Quraisy untuk “menguji” kebenaran kenabian Rasûlullâh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Siapa pemuda Ashabul Kahfi? Allah ta’ala berfirman:
“Dan mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.” (QS: Al-Kahfi: 25)
“Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.” (QS: Al-Kahfi: 13)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya (Vol.5, hlm. 140-141) menyatakan bahwa pemuda Ashabul Kahfi itu berasal dari keluarga-keluarga bangsawan di kawasan Romawi Timur. Tidak saling mengenal satu sama lain, namun mereka disatukan dan dipertemukan oleh Allah ta’ala dengan perjuangan menjaga tauhid.
Mereka menceritakan pengalamannya satu sama lain di bawah pohon. Subhanallah. Ashabul Kahfi adalah buronan Raja yang musyrik dan zalim.
Mereka lalu masuk ke dalam gua dan tertidur, bahasa kita saat ini adalah lockdown selama 300 tahun lebih 9 tahun. 300 tahun menunjukkan kalender masehi, 309 tahun menunjukkan kalender qomariyah. Jadi sebelum kini orang latah membuat status, opini atau meme tentang lockdown, pemuda hebat Ashabul Kahfi telah melaksanakannya dengan tertidur di goa lebih dari tiga abad lamanya. Luar biasa, bukan?
Para ahli tafsir mengisahkan, kejadian yang dialami pemuda-pemuda yang ditidurkan Allah dalam sebuah gua itu terjadi kala pemerintahan Raja Diqyanus yang terkenal bengis.Tujuh pemuda itu, terancam keselamatannya setelah tidak mau mengikuti perintah raja yang menginginkan mereka menyembah berhala.
Para pemuda itu ingin menunjukkan argumentasi, mengapa mereka mengasingkan diri dari kaumnya. Kata mereka: “Orang-orang menjadikan sesembahan selain Allâh, menyembah selain Allâh. (Mengapa) mereka tidak membuktikan bahwa sesembahan itu benar, dan menunjukkan faktor yang menjadi penyebab mereka menyembahnya?” Jadi, ada dua tuntutan pada kaum mereka.
Yaitu: (1) meminta pembuktian bahwa sesembahan mereka adalah ilah (sesembahan yang haq), (2) meminta pembuktikan, bahwa ibadah yang mereka lakukan adalah benar.
Kita, hari-hati ini mengisolasi diri atau membatasi ruang gerak interaksi sosial baru beberapa bulan, barangkali masanya jauh lebih singkat dari kejadian Ashabul Kahfi. Banyak ibrah yang bisa kita unduh dari lockdown-nya Ashabul Kahfi dikaitkan dengan masa pandemi ini: masa-masa pembatasan diri sosial meluas entah sampai kapan berakhir. Beberapa pelajaran tersebut adalahL
Menjadikan rumah-rumah kita sebagai madrasah dalam mendidik generasi pemuda – pemudi muslim untuk estafet masa depan. Madrasah di rumah patut dijadikan acuan, selagi belajar di rumah menjadi skala prioritas tatkala wabah menghentak persada kita;
Menebalkan tingkat keimanan dan ketaqwaan kita agar sampai pada derajat muttaqin, diperlukan keberanian berjuang menyatakan haq dan bathil dan istiqomah di jalan lurus keislaman kita. Dalam banyak segi kehidupan kita, seringkali kita dihadapkan pada orang-orang munafik lagi pandai menyembunyikan perilakunya yang zhalim. Maka, sepatutnya ummat Islam menjaga diri dari sifat buruk yang menciderai adab kita dalam menjalankan Dinul Islam;
Sebagai sebentuk kritik tajam terhadap kekuasaan yang menindas, atau sebaliknya menggunakan privilege yang kita miliki secara adil. Hal ini berlaku dua arah. Jika praktik kekuasaan tertentu merepresi cara kita dalam beragama, maka kewajiban kita adalah mengkritik dan meluruskan. Rasulullah berkata,” Perjuangan untuk mempertahankan keyakinan (dalam hal ini, Tauhid), dulu sangat sering dilakukan di hadapan para penguasa yang zalim.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Mari mengelola daya pikir dan olahgerak kemanusiaan kita, terutama menyikapi lockdown ini dengan tawakal, sabar dan tetap produktif di tengah-tengah hari yang semakin mengancam dan melindas kita selaku manusia berkehendak bebas. Berdoalah senantiasa kepada Allah Swt bagi keselamatan kita. Aamiin ya Robbal ‘alamin. (*)
Kolom Tetap Ramadhan
Diampu Oleh:
Yustiyadi
(Direktur Eksekutif Kampanye Menggemakan Pemimpin Muda)
Be the first to comment on "Ashabul Kahfi Pun Mengalami Lockdown"