JAKARTA – Persidangan lanjutan terkait dengan sengketa Pilkada Kota Cirebon di Mahkamah Konstitusi (MK) yang di hadiri oleh pihak Pemohon (Bamunas-Edo), termohon (KPU), dan terkait (Azis-Eti) dan Bawaslu dengan agenda mendengarkan keterangan dari saksi masing-masing pihak berjalan dengan aman dan lancar, Rabu (29/8). Dalam kesempatan tersebut, Yusril Ihza Mahendra menilai bukan soal berubah dan tidak berubah hasil suaranya, melainkan persoalan pembukaan kotak suara yang melanggar aturan. Sehingga, dirinya mengaku wajar jika Pemungutan Suara Ulang (PSU) dilakukan.
Kuasa Hukum Paslon OKE, Yusril Ihza Mahendra mengatakan bila keterangan saksi-saksi tidak terlalu penting dalam persidangan kali ini. Pasalnya, hal ini menyangkut masalah pembukaan kotak suara.
“Pembukaan kotak suara itu boleh dilakukan atau tidak? Dan Undang-Undang mengatakan tidak boleh. Kalau dilakukan, itu ada sanksi pidana tertentu. Tapi, pada sisi yang lain dikatakan bahwa hasil pemungutan suara harus diumumkan di Kelurahan dan Kecamatan,” ungkapnya.
Masih kata Yusril, kalau tidak, itu pun ada sanksinya terkait dengan pembukaan kotak suara. Sehingga, atas kejadian tersebut terdapat dua norma yang saling berhadapan.
“Kalau kita lihat faktanya, Panwaslu Kota Cirebon mengatakan tidak perlu PSU karena tidak terjadi perubahan hasil, sehingga tidak perlu dilakukan PSU. Jadi, saya lihat tadi para hakim pun agak beda pendapatnya,” ujarnya.
Masih kata dia, dalam persidangan kali ini hakim juga mengatakan, bahwa persoalanya bukan ada atau tidak ada perubahan suara. Oleh karena itu, kata dia, pembukaan kotak tidak sesuai prosedural pun sudah sebuah bentuk pelanggaran.
“Jadi tinggal memutuskan perkaranya saja, apakah memang pembukaan kotak itu sendiri seperti yang kita lihat menimbulkan persoalan hukum. Ataukah memang tergantung pada hasilnya itu sendiri,” tegasnya.
Masih kata dia, sangat gamblang, beberapa hakim telah melihat bahwa titik masalah adalah pembukaan kotak suara itu pelanggaran. Sehingga, bukan sebuah hasil yang baik. Apalagi sampai dikomplain oleh salah satu pihak.
Ditambah lagi, dari fakta-fakta yang ditemukan bahwa Saksi Paslon Nomor 1 enggan menandatangani berita acara pada saat kejadian. Apalagi, masih kata Yusril, prosedur pembukaan kotak suara tidak mengikuti azas-azas pelaksana Pemilu.
“Harusnya dibuat berita acara, kan kenyataannya tidak ada. Walaupun menurut saksi ada satu berita acara, ternyata pemahaman tentang berita acara itu agak beda seperti yang kami pahami. Kami kira itu hanya kronologis, itu sih sebenarnya bukan berita acara. Biar hakim lah yang menilai,” paparnya.
Oleh karena itu, menurut dirinya sangat wajar bila PSU dilaksanakan. Setidak-tidaknya di daerah yang dilakukan pembukaan kotak suara.
Ia pun menyimpulkan, bila jelas sudah menurut fakta yang terungkap dipersidangan terbukti adanya pelanggaran terhadap norma. Dan itu harus diputuskan oleh majelis dan PSU itu harus dilakukan. Mengacu pada pasal 112 ayat kedua, Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatakan, PSU dapat dilakukan yang salah satunya jika kotak suara dibuka tidak sesuai prosedur.
“Terlepas ada atau tidak ada perubahan, itu kan belakangan. Toh kotak dibuka juga sudah sebuah pelanggaran. Jadi, deliknya itu kalau dilarikan ke hukum pidana, itu seperti delik formil,” tegasnya. (CP-02)
Be the first to comment on "Bukan Soal Berubah dan Tidak Berubah Suaranya, Yusril: PSU Harus Dilaksanakan"